Teriakannya mampu membangunkan kami sekeluarga dari mimpi yang merenda malam. Mungkin teriakannya juga sampai di rumah tetangga. Aku akui Etha terlalu over akting kala ia melihat binatang itu. Binatang berkaki banyak yang jorok dan seperti monster bagi Etha.
Kami selaku orang tua pun tak jarang memarahi tingkahnya. Adiknya, Cahil, kadangkala malah usil menunjukkan binatang itu di hadapan Etha. Etha berlari menjauh, berteriak, bahkan pernah sampai memaki.
Seperti pagi ini, setelah ia berteriak histeris ketakutan, kami baru menemuinya. Kami mendapati ia di dalam kamar mandi. Kami selalu berharap bahwa ia dapat mengatasi ketakutannya terhadap binatang itu.
Etha berteriak lagi, “Pergi kau, binatang menjijikkan. Jauh-jauh sana!”
“Etha, bukan begitu caranya. Nih lihat Papa ya.” Papa masuk ke kamar mandi, mengambil binatang itu dengan tangannya, lalu melihatkannya ke Etha.
Etha tersudut lalu bertingkah nakal, ia berlari menerobos menyeruduk Papanya. Papa hampir terjungkal dan jatuh. Tapi syukurlah, keseimbangan Papa masih bekerja dengan normal.
Aku yang melihat tingkah nakalnya lalu memarahinya, “Etha, hati-hati kalau mau lewat! Kalau Papamu sampai jatuh, gimana?”
“Biarin aja. Salah sendiri kenapa tunjukin ‘itu’ ke Etha. Etha kan takut, Ma.” Jawabnya geram, meski aku dapat melihat kristal-kristal bening yang akan keluar dari kedua bola matanya.
..::..
Hari ini Etha ulang tahun ke-15. Aku berencana mengadakan pesta kecil-kecilan untuknya. Papa Etha juga menyetujui, dan Cahil senang-senang saja jika rumah kami terlihat ramai. Hingga sampailah pada acara pembukaan kado, Etha membuka dengan penasaran dan buru-buru.
Raut wajahnya yang berbinar-binar bahagia dan tersenyum perlahan berubah drastis, ia berteriak lebih histeris dari biasanya, “Aaaaarrgh!!! Tidaaak!!! Mama!!! Papa!!! Cahil!!!”
Kami tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Etha yang menurut kami sangat lucu. Etha terkejut setengah mati, berteriak, menangis, dan mengusir binatang-binatang itu dari tubuhnya. Lalu memaki kami dan mengatakan bahwa semua ini tidaklah lucu. Hingga tiba-tiba kudapati wajahnya memucat, suaranya melemah, dan dalam hitungan detik, ia pingsan.
Aku menyesal dan telah salah pada Etha, ketakutannya memang beralasan. Binatang menjijikkan itu tak pantas menjadi kado bohong-bohongan kami, dasar kecoak!
..::.. words: 330 ..::..
huaaa, aku jg takut ama kecoa mba...
BalasHapusIya, si jg takut kok, mbak...
HapusIya, ya.. ada org yg phobia sama kecoa :)
BalasHapusIya mbak, byk kok jenis phobia, ini salah satu cthnya...
Hapusbagus ceritanya :) kunjung balik ya.
BalasHapuskasih tips buat flash fiction dong !! :)
makasih :) siap brkunjung.
Hapussi jg baru bljr buat FF, masih blm bisa kasih tips.
Waaaa, ini musuh bebuyutanku. Baru liat antenanya aja udah terbirit-birit :oops:
BalasHapusSama, si jg gitu...
HapusBased on true story nih, meski nggak smuanya.
ishh.... kecoa lagi.. hush hush! :D
BalasHapusUsir yg jauh ya, mbak..
Hapusaaiiiisshh, aku juga ogah kalo dapat hadiah kecoa, mending ya kue kan enak dimakan rame2.
BalasHapusIya tuh, kasian si Etha gak dpt kue..
Hapusitu gambar kecoanya unyu deh *lospokus* hihihihi
BalasHapusSengaja Mbak kasih gmbr yg unyu, klo yg asli..serem!
HapusMari kita goreng together kecoanya! Bhahaha
BalasHapusApa rasanya tuh, ketemu aja ogah >.<
Hapushm... sangat tidak bijak bermain-main dengan phobia orang...
BalasHapusMemang, karna Mamanya masih berharap bahwa Etha tak seperti itu...
HapusMakasih udah ikutan Berani Cerita ya Susi!
BalasHapusSaran sedikit boleh ya, akan lebih baik jika clue 'binatang' dihilangkan sehingga pembaca tidak mudah menebak apa itu.
Keep writing ya! Good job!
Oh gitu ya Mbak Mimin..
Hapusmaklum masih belajar buat FF, masih blum ngerti bikin sesuatu yg nge-twist