Hari minggu ceria, aku malas bila diam di rumah
saja. Lalu aku pergi ke rumah tetangga di belakang rumahku. Niatnya sih cuma mau
sebentar saja sembari mengusir penat. Eh… malah asik nge-gosip.
“Gimana, La? Kebayanya bagus kan?” tanya Ratna
di depan cermin besar dalam kamar tidurnya, ia berputar-putar kagum.
“Bagus. Modelnya juga oke punya, kayak
kebaya-kebayanya Anne Avantie.” Pujiku.
Kebaya modern bernuansa hijau itu sangat pas
sekali di tubuh Ratna. Aku sendiri belum mempunyai kebaya sebagus itu.
“Wah, pujianmu berlebihan, Lila. Tapi Ratna
senang.”
“Ngomong-ngomong, ada berapa koleksi kebayamu,
Na?”
“Banyak, banyak banget! Sini ikut Ratna, kita
hitung-hitung dulu.”
Ratna pun mengajakku memasuki sebuah ruangan
yang di dalamnya berdiri kokoh beberapa lemari dan rak sepatu. Ratna memang
beruntung karena termasuk keluarga kaya di kampungku, Singkawang – Pontianak.
*
“Permisi… Assalamu’alaikum…” suara seseorang
terdengar dari luar rumah, tak ketinggalan ketukan pintu sebelumnya.
Kak Laila membuka pintu, mendapati pria bermata
teduh yang tak asing di matanya, “Nizam… masya Allah, apa kabar?” ujar Kak
Laila senang.
“Baik, Kak. Lila ada?”
“Ohh… ada, bentar ya Kakak panggilkan. Duduk dulu
di teras, Zam.”
Kak Laila masuk ke dalam rumah,
memanggil-manggil namaku, “Lila… ada Nizam nih.”
Tak ada sahutan, Kak Laila mencoba memanggilku
kembali, “Lila… Lila…” lalu mencariku ke sekeliling rumah tapi tak menemukanku.
Kak Laila keluar dengan kecewa, menghampiri Nizam yang masih duduk manis di
teras depan rumah.
“Lila nggak ada ya, Kak?” tanya Nizam seolah
mengerti kekecewaan Kak Laila.
“Tadi ada tapi kok tiba-tiba menghilang ya?!”
“Ya udah, nggak apa-apa, Kak. Nizam nggak bisa lama-lama
nih, titip ini ya buat Lila.” Ucap Nizam sopan, lalu menyodorkan sebuah kotak
segi empat bermotif bunga-bunga.
*
Pukul 16:00 WIB, Kak Laila menuju belakang
rumah, hendak mengambil air wudhu. Aku yang tak tahu-menahu, nongol begitu aja
di hadapan Kak Laila.
Kak Laila heran melihatku lalu tiba-tiba
memarahiku tanpa alasan. Katanya, aku pergi nggak bilang-bilang padanya. Emang sih…
aku main nyelonong aja tanpa pamit.
“Maafin Lila, Kak.”
“Lain kali jangan diulangi lagi ya, La. Kalau pergi
kemana-mana tuh harus bilang.”
Aku cuma manggut-manggut dalam sesal. Eh,
sesalku bertambah lagi ketika Kak Laila memberitahu ada Nizam tapi ternyata, Nizamnya
udah pulang karena aku nggak ada di rumah. Nizam hanya meninggalkan titipan
tanpa pesan.
*
Nizam, apa kabarmu? Batinku pilu mengingat
peristiwa itu. Sejak kau pindah ke kota yang jauh entah dimana, yang katamu
bernama Solo, aku tak bisa bercerita banyak lagi. Bahkan, tentang kebaya
lusuhku yang esok harus kupakai lagi dalam acara Kartini. Perlahan, aku melirik
kotak segi empat pemberianmu lalu membukanya. Ini kebaya yang sangat bagus,
Zam.
Inspirasi:
Kebaya Modifikasi Anne Avantie Kombinasi Batik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No comment - No cry
Meskipun komenmu sangat kuhargai disini :')