Selayak pandang…
Secarik kertas…
Dan aku…
Hanya bongkahan yg hampir terbuang…
Dari sisa kronologis…
Pilu…
Perlahan namun pasti, kenangan itu terus saja lalu lalang di benakku. Ia tak jua mau pergi, meninggalkanku tanpa bekas luka. Aku benci jika terus begini, termakan perasaan yg hanya membuatku sakit. Andai saja…kejadian itu tak pernah terjadi, ataupun aku tak terbuai alunan rayuannya, mungkin aku masih sanggup untuk tersenyum. Oh Tuhan…cobaan apa yg Kau beri ini?!
“Lia…Liaa…” panggil Yoga dari balik pintu yg terkunci rapat.
Aku mendengarnya, sudah berulang kali ia memanggilku tapi aku mengabaikan semua panggilannya. Bahkan, ponsel yg seharusnya berdering tak mampu lagi mengeluarkan suaranya karna tlah kumatikan. Aku tak mau diganggu seharian ini, biarkan aku sendiri!
“Lia, kamu kenapa sih? Kamu marah ya sama aku?” Tanya Yoga yg tak jua mau pergi.
Akhirnya, dengan segenap usaha…aku bersuara juga, “Aku gak marah sama kamu, Ga. Aku hanya pengen sendiri aja, bisa gak…kamu gak usah ganggu aku dulu sementara ini!”
“Lia, aku ngerti tapi kamu gak boleh sendiri, kamu tau kan aku gak pengen lihat kamu sedih, karna kesedihanmu itu kesedihanku juga. Kamu dengar aku kan, Lia?”
Aku tau…Yoga memang pria yg baik, bahkan ia sudah menerimaku apa adanya walau ia tau…aku ini bukan wanita baik-baik. Aku udah kotor…aku bahkan benci dengan diriku sendiri! Aku ingin mati…tapi “Udahlah, Ga. Aku tau apa yg harus kulakukan, makanya aku minta tolong banget sama kamu, tolong…biarkan aku sendiri.”
“Baiklah, Lia. Jika itu memang maumu, tapi kamu hubungi aku ya kalo terjadi sesuatu. Aku gak mau kehilangan kamu, Lia.” Sahut Yoga penuh arti, dan aku yakin…ia diluar sana pasti sedang meneteskan airmata.
Entah kenapa, aku ikut terhanyut padahal udah sedari tadi aku meneteskan airmata. Aku gak tau…aku seperti kehilangan kendali atas perasaanku. Aku takuuut…aku gak bisa buat Yoga bahagia. Yg ada…aku hanya menghancurkan perasaannya karna aku gak bisa benar-benar cinta, perasaan itu udah gak ada pengaruhnya buatku. Aku udah terlanjur sakit hati gara-gara cowok brengsek yg tega merebut semuanya dariku.
Dan lagi…aku merasa aku hanya egois jika bersama Yoga, aku hanya memikirkan kebahagiaan diriku sendiri tanpa memikirkan kebahagiaan Yoga. Harusnya ia tak pernah mencintaiku, aku gak pantas mendapatkan perlakuan seperti putri. Oh Tuhan…apa yg sebenarnya terjadi dan apa makna di balik kejadian ini? Aku bingung…sampai akhirnya aku tertidur dalam linangan airmata yg masih membekas di pipi.
“Lia…bangun, sayang.” Sahut Mama lembut di samping tempat tidurku.
“Mmm…Mama, sejak kapan Mama ada disini?” jawabku dengan nada sedikit kaget.
“Mama selalu merhatiin kamu, Mama tau…apa yg kamu kalutkan saat ini, maafkan Mama ya sayang, Mama gak bisa jagain kamu.”
“Harusnya Lia yg minta maaf, Ma. Lia gak bisa jaga diri Lia, dan Lia gak bisa menuhin permintaan Mama, Lia udah kotor, Ma…”
“Sayang…Mama tau, tapi kamu gak boleh kayak gini terus, kamu berhak punya masa depan. Dan Tuhan tlah berikan seseorang untuk masa depan kamu.”
“Siapa, Ma? Yoga?” tanyaku penasaran.
“Iya sayang, pria baik yg dititipkan Tuhan buat kamu adalah Yoga. Makanya Mama dari dulu gak pernah setuju kamu dekat dengan Andra.”
“Maafin Lia, Ma…Lia gak tau kalo Andra itu pria jahat, Lia bodoh…”
“Husss…jangan bicara kayak gitu donk anak Mama ni, kalo Lia bodoh, Mama gimana…?” Mama berusaha menghiburku walau aku tau candaan Mama itu gak buatku tersenyum juga, tapi aku ingin melihat Mama senang dan gak khawatir sama aku.
Dengan sedikit simpul senyum manisku, “Mama…” sambil memeluknya erat.
“Lia, Mama rasa kamu tau apa yg harus kamu lakukan, kamu udah dewasa sekarang. Mama harap kamu bisa lebih baik lagi ya sayang, Mama harus pergi…”
“Ma…jangan tinggalin Lia lagi, Ma. Lia butuh Mama…” dan perlahan sosok Mama pun menghilang dari pandangku.
Sekonyong-konyong, aku terbangun dan meneriakkan satu nama, “Mamaaaaa…”
Dari balik pintu, dengan suara penuh kekhawatiran, “Lia…! Kamu kenapa? Buka pintunya…”
Ternyata Yoga masih ada disana, menungguku, menjagaku, bahkan ia tak perduli angin ribut yg menusuk tulangnya. Oh Tuhan, inikah jawabMu dari segala pertanyaanku. Aku berusaha bangkit dari tempat tidur dan membukakan pintu buat Yoga.
“Ga, kamu ngapain? Kenapa gak pulang aja…”
“Aku khawatir sama kamu, Lia. Kamu gak apa-apa kan, barusan aku dengar kamu sebut Mama kamu, kamu mimpiin dia?”
“Iya, aku mimpi ketemu Mama, aku…”
Yoga memelukku, dan entah karna apa…aku begitu ingin dipeluknya sepanjang hari. Pelukannya begitu hangat dan melindungiku, gak seperti pelukan Andra yg sangat kasar dan terkesan penuh nafsu. Aku emang tertipu, bahkan aku udah terbujuk hawa nafsunya hingga akhirnya…aaah…
“Lia…maafin aku ya, aku khawatir banget sama kamu.”
“Kenapa minta maaf, Ga? Kamu gak salah apa-apa, aku yg banyak salah sama kamu. Aku janji aku gak bakal kayak gini lagi.”
“Bener, yank?” Tanya Yoga penuh selidik dengan tatapan matanya yg benar-benar serius.
“Iya, Ga. Aku bakal berusaha buat sayang dan cinta sama kamu. Tapi kamu ngertiin aku ya kalo tiba-tiba ingatanku kumat kayak hari ini. Aku gak bisa ngontrol perasaan aku, Ga.”
“Baiklah…tapi aku gak maksa kok, Lia. Kalo kamu memang belum sanggup, it’s OK! Aku bakal tunggu kamu…aku pengen kamu jadi yg terakhir dalam hidupku.”
“Makasih ya, Ga. Kamu baiiik banget, seandainya kita ketemu lebih awal.”
“Iya, sayang. Aku juga makasih karna kamu udah buat aku sadar bahwa wanita itu…ya, kamu taulah. Aku dulu juga gak sebaik sekarang, kita sama-sama belajar buat jadi lebih baik ya?!” pinta Yoga penuh arti.
Aku udah gak sanggup berkata apa-apa lagi, hanya anggukan kecil tanda setuju dan sedikit ulasan senyum. Yoga pun tau apa artinya, dan akhirnya aku tertidur kembali.
“Ga, gaun yg ini bagus gak?” tanyaku girang sambil menunjukkan gaun pengantin yg kupilih. Warnanya lembut selembut awan yg menghias langit pagi.
“Bagus…kamu pasti cantik memakai gaun itu, warnanya cocok buat kulit kamu, yank.”
“Kamu juga cobain donk, yg itu…” tunjukku pada gaun pria yg senada dengan gaun yg kupilih.
“Iya..iya…aku pasti cobain kok. Ntar kita sekalian foto prewed ya.”
“Hmmm…oke deh yank!” dengan sedikt kedipan mata, ah…rasanya aku bahagia hari ini.
Aku yg semula terbawa arus kenangan masa lalu buruk, akhirnya punya masa depan yg cerah. Secerah hatiku, biruuu…dan Tuhan tau, ketika seseorang tlah berusaha untuk menjadi sosok yg lebih baik dari sebelumnya, Ia pun tlah menyiapkan seseorang yg sebenarnya sama, dan ya…kesalahan adalah proses untuk kita pelajari dan petik maknanya hingga kita menjadi apa yg seharusnya.
Selayak pandang…kini bagaikan hamparan bunga di suatu taman
Secarik kertas…kini tlah berubah jadi undangan penuh cinta
Dan aku…bahagia pada akhirnya dengan pria pilihan Tuhan
Bukan lagi bongkahan yg hampir terbuang dengan sia-sia
Bukan juga pilu yg merajai tiap kronologis waktu itu
Kini…aku berbeda, aku belajar, dan aku bahagia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No comment - No cry
Meskipun komenmu sangat kuhargai disini :')