Senin, 29 April 2013

Aku Tak Pernah, Karena Rinduku

Aku tak pernah paham
Meski kau kerap kali menanam
Denting rinduku di tiap tiap malam

Aku tak pernah bergerak
Meski kau kadang mengacak
Puzzle rinduku yang kian memuncak

Aku tak pernah pergi
Meski kau bilang musim berganti
Rupa rupa rinduku tetap akan menanti

Aku tak pernah berkaca
Meski kau melontarkan satu tanya
Rasa rinduku masih dan akan tetap sama


Aku tak pernah, karena rinduku
Padamu...

Rindu Untuk Berdua Selamanya

Tak terasa hari-hari begitu cepat melaju
Aku dan kamu selalu menghitung detik waktu
Meski waktu takkan pernah mundur mengeja rindu

Ya, ada rindu yang selalu tertinggal disini
Pada tiap tiap jejak yang menjejal ruang hati
Kita tentu sama sama tahu karena sebuah pekerti

Namun hari ini berbeda, meninggalkan rasa
Bukan hening yang menganga, ini tentang satu cita
Bilakah kita menyatukan rindu untuk berdua selamanya

Lomba Buat Puisi Cinta dengan tema Puisi Cinta Untuk Kekasih – Aura Ide

Sabtu, 27 April 2013

Fatin Shidqia Lubis [10]

Gak terasa Fatin udah masuk 5 besar 2 minggu lalu
Sekarang Fatin lolos lagi & jadi 4 besar
Selamat ya, Fatin... Fatin... Foya...



 ^^ Gala Show 10: Pelan-Pelan Saja [Kotak]


 ^^ Gala Show 10: Lovefool @RomeoAndJuliet [The Cardigans]

via: tribunnews.com, xfactorindonesia.com

Hei Kapuas...

Taman Alun Alun Kapuas Pontianak by Panoramio.com

Aku mematung di taman alun alun
Sambil berkaca pada air yang mengalun
Tampangku bingung seperti kehilangan
Pada tiap waktu yang kusebut kenangan

Hei Kapuas...
Tak pernahkah engkau merasa puas
Aku telah lama memandangmu dari satu ruas
Kini aku ingin berkelana secara bebas

Aku tahu kau pasti marah padaku
Membiarkanku lepas menerjang mimpiku
Lalu dalam hitungan waktu kau sadarkanku
Disinilah seharusnya kuberada, Kapuasku

Tapi batinku bergejolak untuk tetap berkelana
Menumbuhkan asa dari puing puing penolakannya
Aku tak ingin dianggap lemah dan mati gaya
Lalu kuarungi Kapuasku menuju kota itu, Jogja

sHie
#PuisiHore2 [6]

Kamis, 25 April 2013

Lomba Menulis Puisi "UCAP" (Ungkapan Cinta Ala Penyair)

 
Sungguh, sembilu terasa menyerang jemariku ketika kali pertama bertukar sapa denganmu. Kau tahu kenapa? Karena aku melihat Tuhan dalam dirimu; dari caramu menghargai keberadaanku dan kelembutanmu. Ialah membawa kehidupan. 

Aku mencintaimu. Sungguh! benar-benar mencintaimu. Dan jika aku boleh memohon padamu, jua pada pereka cipta alam semesta, aku ingin kau pun mencintaiku. Dan cinta kita tetap hidup: hingga mentari tak lagi diterbitkan, hingga awan pagi tak lagi putih, hingga angin sore tak lagi mendamaikan, hingga rembulan tak lagi bersinar, hingga bintang malam tak lagi berkelap-kelip, dan hingga Tuhan menyatukan kita di kehidupan selanjutnya*

(Aku Melihat Tuhan Dalam Dirimu-Avet Batang Parana

Terinspirasi dari cuplikan prosa liris di atas, kami—Penerbit Meta Kata bermaksud menyelenggarakan lomba menulis lagi—dengan ketentuan sebagai berikut: 
  1. Lomba terbuka untuk umum, mulai tanggal 14 April 2013 s.d 19 Mei 2013 (pukul 23:59 WIB). 
  2. Membagikan info lomba ini ke minimal 25 teman di jejaring sosial facebook, twitter atau posting di blog pribadi (pilih salah satu).
  3. Menjadi pengikut blog Penerbit Meta Kata: http://redaksi-metakata.blogspot.com/ (untuk memudahkan peserta melihat info lebih lanjut mengenai lomba ini). 
  4. Tema lomba: “UCAP (Ungkapan Cinta Ala Penyair)”, dengan sub tema: ungkapan cinta kepada sang Kekasih.
  5. Naskah dalam bentuk Prosa Liris (maksimal 100 kata) atau Puisi (maksimal 21 baris) dengan format file Ms Word 2003/2007, kertas ukuran A4, font TNR 12pt, spasi 1.5, margin rata-rata 3 cm (1,18 inci) untuk setiap sisi. 
  6. Naskah merupakan karya asli penulis dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk buku. 
  7. Setiap peserta hanya diperbolehkan mengirim 1 naskah terbaiknya, lengkap dengan biodata narasi, maksimal 30 kata. 
  8. Naskah yang telah memenuhi ketentuan di atas, dikirim ke email: redaksi.metakata@gmail.com (berupa attachmant, bukan di badan email), dengan subyek email: UCAP_JUDUL NASKAH_NAMA PENULIS dan nama file sesuai dengan nama penulis. 
  9. 111 naskah terpilih, akan diumumkan di blog resmi Penerbit Meta Kata pada tanggal 26 Mei 2013 
  10. Hadiah 
  • JUARA I: Paket Buku AKU, KAMU, DAN KITA; Tersandung Cinta Tanpa Jeda (Karya Avet Batang Parana Dan Risty Arvel) + Voucher Penerbitan Senilai Rp 100.000 + E-Sertifikat 
  • JUARA II: Paket E-Book AKU, KAMU, DAN KITA; Tersandung Cinta Tanpa Jeda (Karya Avet Batang Parana Dan Risty Arvel) + Voucher Penerbitan Senilai Rp 100.000 + E-Sertifikat 
  • JUARA III: Paket E-Book AKU, KAMU, DAN KITA; Tersandung Cinta Tanpa Jeda (Karya Avet Batang Parana Dan Risty Arvel) + Voucher Penerbitan Senilai Rp 50.000 + E-Sertifikat 
  • JUARA IV: Paket E-Book AKU, KAMU, DAN KITA; Tersandung Cinta Tanpa Jeda (Karya Avet Batang Parana Dan Risty Arvel) + E-Sertifikat 
  • JUARA V: Paket E-Book AKU, KAMU, DAN KITA; Tersandung Cinta Tanpa Jeda (Karya Avet Batang Parana Dan Risty Arvel) + E-Sertifikat 
  • JUARA VI: E-Sertifikat 
  • JUARA VII: E-Sertifikat 
  • JUARA VIII: E-Sertifikat 
  • JUARA IX: E-Sertifikat 
  • JUARA X: E-Sertifikat 
  • 111 NASKAH TERPILIH: Diterbitkan Secara Indie di Meta Kata 
  • SEMUA KONTRIBUTOR BUKU: Mendapatkan Diskon 20% Untuk Pembelian Buku Terbit 
Demikian pengumuman lomba dari kami. Selamat berkarya dan sukses selalu untuk kawan-kawan semua.

[BeraniCerita #09] Fobia Etha

“Mama!!! Papa!!! Cahil!!! Tolong Etha!!!” Etha berteriak histeris pagi ini.

Teriakannya mampu membangunkan kami sekeluarga dari mimpi yang merenda malam. Mungkin teriakannya juga sampai di rumah tetangga. Aku akui Etha terlalu over akting kala ia melihat binatang itu. Binatang berkaki banyak yang jorok dan seperti monster bagi Etha.
Kami selaku orang tua pun tak jarang memarahi tingkahnya. Adiknya, Cahil, kadangkala malah usil menunjukkan binatang itu di hadapan Etha. Etha berlari menjauh, berteriak, bahkan pernah sampai memaki.
Seperti pagi ini, setelah ia berteriak histeris ketakutan, kami baru menemuinya. Kami mendapati ia di dalam kamar mandi. Kami selalu berharap bahwa ia dapat mengatasi ketakutannya terhadap binatang itu.
Etha berteriak lagi, “Pergi kau, binatang menjijikkan. Jauh-jauh sana!”
“Etha, bukan begitu caranya. Nih lihat Papa ya.” Papa masuk ke kamar mandi, mengambil binatang itu dengan tangannya, lalu melihatkannya ke Etha.
Etha tersudut lalu bertingkah nakal, ia berlari menerobos menyeruduk Papanya. Papa hampir terjungkal dan jatuh. Tapi syukurlah, keseimbangan Papa masih bekerja dengan normal.
Aku yang melihat tingkah nakalnya lalu memarahinya, “Etha, hati-hati kalau mau lewat! Kalau Papamu sampai jatuh, gimana?”
“Biarin aja. Salah sendiri kenapa tunjukin ‘itu’ ke Etha. Etha kan takut, Ma.” Jawabnya geram, meski aku dapat melihat kristal-kristal bening yang akan keluar dari kedua bola matanya.
..::..
Hari ini Etha ulang tahun ke-15. Aku berencana mengadakan pesta kecil-kecilan untuknya. Papa Etha juga menyetujui, dan Cahil senang-senang saja jika rumah kami terlihat ramai. Hingga sampailah pada acara pembukaan kado, Etha membuka dengan penasaran dan buru-buru.
Raut wajahnya yang berbinar-binar bahagia dan tersenyum perlahan berubah drastis, ia berteriak lebih histeris dari biasanya, “Aaaaarrgh!!! Tidaaak!!! Mama!!! Papa!!! Cahil!!!”
Kami tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Etha yang menurut kami sangat lucu. Etha terkejut setengah mati, berteriak, menangis, dan mengusir binatang-binatang itu dari tubuhnya. Lalu memaki kami dan mengatakan bahwa semua ini tidaklah lucu. Hingga tiba-tiba kudapati wajahnya memucat, suaranya melemah, dan dalam hitungan detik, ia pingsan.
Aku menyesal dan telah salah pada Etha, ketakutannya memang beralasan. Binatang menjijikkan itu tak pantas menjadi kado bohong-bohongan kami, dasar kecoak!


..::.. words: 330 ..::..

Rabu, 24 April 2013

Tanah Suka Dukaku

Geopoliticus Child Watching the Birth of the New Man (1943) - Salvador Dali

Tanah ini tanah suka dukaku
Tempat kami berpijak dengan jejak
Tempat kami bertualang dengan riang

Namun lihatlah bumi pertiwiku
Tanah ini telah tampak retak retak
Tanah ini sudah tak layak dikunjung

Bahkan sejak perang berhenti dulu
Kemana manusia manusia tak berotak
Kemana jiwa jiwa yang lengang

Kami telah kubur masa masa lalu
Cangkang kehidupan pun kini tergeletak
Cairan anyir leleh dari celah cangkang

Inikah manusia dan jiwa yang baru
Yang kan perbaiki pertiwi dengan bijak
Yang kan tanami hijau sampai rindang

Aku takkan sabar untuk menunggu
Tanah ini tempat kami berpijak
Tanah ini tempat kami bertualang

sHie
#PuisiHore2 [5]

Bahaya Membunuh Kecoak

Bila anda melihat binatang kecoak di rumah, jangan anda memukulnya sampai mati bahkan sampai (maaf) isi perut kecoak meletet keluar.

Karena didalam perut kecoak terdapat cacing halus/lembut yg tetap hidup meskipun diluar dari tubuh kecoak. Bila cacing ini sudah berada di luar dari tubuh kecoak (perut) dia akan bergerak
untuk mencari tempat/indukan baru.

Cacing ini bentuknya sangat pendek, halus dan lembut akan terlihat kasat mata bila jarak pandang sekitar 10-20cm.

Untuk melihat cacing ini, anda dapat menaruh isi perut kecoak diatas kertas hitam atau diatas cermin, disitu akan terlihat pergerakannya.
Sangat berbahaya apabila cacing ini sampai menyentuh kulit tubuh kita (terutama kaki) karena dapat masuk melalui pori-pori kulit atau bila ada luka terbuka pada kulit luar.

Akan jauh lebih baik membasmi kecoak cukup dengan menggunakan semprotan anti serangga, yg dapat membunuh kecoak tanpa harus memukul hingga mengeluarkan isi perutnya.

Semoga info ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Oya, aku nggak bisa share gambar aslinya ya, soalnya aku ngeri banget dengan binatang yang bernama kecoak itu #ups
via: facebook, googling etc

Selasa, 23 April 2013

[BeraniCerita #08] Cangkir dan Lipstik Oma

“Oma, darimana kita akan dapat uang sebanyak itu?” tanya Yona di sisi kanan ranjang kamar Oma.
Nini mendengar percakapan Kakaknya dengan Oma dari celah-celah pintu yang tak tertutup rapat. Nini berpikir dan sepertinya ia menemukan sebuah ide. Ia memberanikan diri masuk ke kamar Oma, Oma mempersilahkannya.
“Oma, koleksi cangkir Oma kan banyak ya, Nini minta satu ya…” rengek Nini tanpa basa-basi, ketika duduk tepat di sisi lain dari Kak Yona.
“Nini, apa-apaan kamu. Nggak usah main-main dengan cangkir Oma.” Protes Kak Yona.
“Ssst… udah, jangan berantem. Nini boleh ambil satu cangkir Oma. Tapi buat apa, sayang?”
“Ada deh, ntar Oma juga tahu…” kata Nini dengan senyum manisnya. Lalu bertanya lagi, “ohya, Oma… boleh pinjam lipstik merah Oma nggak?”
“Lipstik merah Oma… yang mana, Ni?” Oma balik tanya, sepertinya ingatannya buram.
“Itu loh, yang dibeliin Opa sewaktu Opa masih sehat. Yang dari Prancis.”
“Nini, kamu tuh masih kecil, buat apa pakai lipstik? Kakak aja nggak pernah pakai!” Kak Yona memprotes lagi, Nini tetap tak perduli.
“Udah, udah, nggak apa-apa, Yona. Nini ambil di dalam laci meja perak itu ya.” Perintah Oma.
Nini pun segera beranjak, membuka laci, dan mengambil benda berbentuk persegi panjang berwarna emas yang tertera merk ternama, Guerlain. Setelah mendapatkannya, Nini pamit pada Oma, “Oma, makasih ya… Nini pinjam dulu lipstiknya.”
..::..
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, Nini membaca sebuah situs online dari balai lelang Sotheby’s. Dirinya senang ketika mendengar berita tentang pelelangan hari ini telah diumumkan. Ia mencari-cari sesuatu, ya… akhirnya ia bertemu pada sebuah artikel berjudul “Cangkir Antik Bernoda Lipstik Guerlain Laku Terjual 8 Miliar Rupiah.”
“Oma pasti senang karena Opa bisa sembuh dengan uang sebanyak itu.” Gumam Nini di depan laptop kesayangannya.

..::.. words: 280 ..::..

Senin, 22 April 2013

Fatin Shidqia Lubis [9]


 ^^ Gala Show 9: Jalan Cinta [Sherina]



^^ Gala Show 9: Logika [feat. Vina Panduwinata]

via: tribunnews.com

Aku & Kebayaku

Sekedar share foto aja, iseng-iseng gak ada ide
ada yg diambil pas acara keluarga
ada juga yg pas wisuda
pengeeen lagi...



Bisa tebak gak mana yg pas wisuda?
di antara kedua foto itu tuh
ayo, warna apa...

Sabtu, 20 April 2013

Kebaya

Hari minggu ceria, aku malas bila diam di rumah saja. Lalu aku pergi ke rumah tetangga di belakang rumahku. Niatnya sih cuma mau sebentar saja sembari mengusir penat. Eh… malah asik nge-gosip.

“Gimana, La? Kebayanya bagus kan?” tanya Ratna di depan cermin besar dalam kamar tidurnya, ia berputar-putar kagum.
“Bagus. Modelnya juga oke punya, kayak kebaya-kebayanya Anne Avantie.” Pujiku.
Kebaya modern bernuansa hijau itu sangat pas sekali di tubuh Ratna. Aku sendiri belum mempunyai kebaya sebagus itu.
“Wah, pujianmu berlebihan, Lila. Tapi Ratna senang.”
“Ngomong-ngomong, ada berapa koleksi kebayamu, Na?”
“Banyak, banyak banget! Sini ikut Ratna, kita hitung-hitung dulu.”
Ratna pun mengajakku memasuki sebuah ruangan yang di dalamnya berdiri kokoh beberapa lemari dan rak sepatu. Ratna memang beruntung karena termasuk keluarga kaya di kampungku, Singkawang – Pontianak.
*
“Permisi… Assalamu’alaikum…” suara seseorang terdengar dari luar rumah, tak ketinggalan ketukan pintu sebelumnya.
Kak Laila membuka pintu, mendapati pria bermata teduh yang tak asing di matanya, “Nizam… masya Allah, apa kabar?” ujar Kak Laila senang.
“Baik, Kak. Lila ada?”
“Ohh… ada, bentar ya Kakak panggilkan. Duduk dulu di teras, Zam.”
Kak Laila masuk ke dalam rumah, memanggil-manggil namaku, “Lila… ada Nizam nih.”
Tak ada sahutan, Kak Laila mencoba memanggilku kembali, “Lila… Lila…” lalu mencariku ke sekeliling rumah tapi tak menemukanku. Kak Laila keluar dengan kecewa, menghampiri Nizam yang masih duduk manis di teras depan rumah.
“Lila nggak ada ya, Kak?” tanya Nizam seolah mengerti kekecewaan Kak Laila.
“Tadi ada tapi kok tiba-tiba menghilang ya?!”
“Ya udah, nggak apa-apa, Kak. Nizam nggak bisa lama-lama nih, titip ini ya buat Lila.” Ucap Nizam sopan, lalu menyodorkan sebuah kotak segi empat bermotif bunga-bunga.
*
Pukul 16:00 WIB, Kak Laila menuju belakang rumah, hendak mengambil air wudhu. Aku yang tak tahu-menahu, nongol begitu aja di hadapan Kak Laila.
Kak Laila heran melihatku lalu tiba-tiba memarahiku tanpa alasan. Katanya, aku pergi nggak bilang-bilang padanya. Emang sih… aku main nyelonong aja tanpa pamit.
“Maafin Lila, Kak.”
“Lain kali jangan diulangi lagi ya, La. Kalau pergi kemana-mana tuh harus bilang.”
Aku cuma manggut-manggut dalam sesal. Eh, sesalku bertambah lagi ketika Kak Laila memberitahu ada Nizam tapi ternyata, Nizamnya udah pulang karena aku nggak ada di rumah. Nizam hanya meninggalkan titipan tanpa pesan.
*
Nizam, apa kabarmu? Batinku pilu mengingat peristiwa itu. Sejak kau pindah ke kota yang jauh entah dimana, yang katamu bernama Solo, aku tak bisa bercerita banyak lagi. Bahkan, tentang kebaya lusuhku yang esok harus kupakai lagi dalam acara Kartini. Perlahan, aku melirik kotak segi empat pemberianmu lalu membukanya. Ini kebaya yang sangat bagus, Zam.

Inspirasi:
Kebaya Modifikasi Anne Avantie Kombinasi Batik


Rantaimu, Kebebasanku

The Perils of Lepidoptery - Jamie Baldridge

Aku terduduk lesu menatap pilu
Rantaimu memberatkan sebelah kakiku
Menyeretku untuk terjun dalam duniamu

Aku tersiksa kau perlakukanku begini
Rantaimu menyekat hingga ke nadi nadi
Membisu, menengadah, yang kulakukan kini

Aku ingin pergi walau terluka
Rantaimu takkan kubawa ikut serta
Manakala bebas jalanku satu satunya

*

Aku kini bisa membayangkanmu
Rudal yang berpacu menjadi kaku
Melihatku tak lagi duduk di bangku

Aku bisa melihat jelas dari sini
Rona rona amarah kian memekik diri
Menatap nanar pada sebuah ilusi

Aku bebas dalam jelmaan berwarna
Rahasiaku aman dalam sayap sayap birunya
Manakala bebas menerbangkan jiwa

sHie

Mati!

Annunciation - Jamie Baldridge

Ku tak sanggup untuk telentang lagi
Kala cairan jalangmu merekah di sini

Diam, bungkam dan hanya gamang
Dalam remang remang sudut ranjang

Ku tak kuasa berlari ke sudut sudut lain
Ketika sadar tubuhku polos tanpa pakaian

Duniaku runtuh bagai diterpa badai
Dalam ringkuk hanya tinggal caci maki

Kau... cepatlah pergi dari diriku
Kemolekanku hanya menanam nafsu

Dan kini, tamparan angin bagai sembilu
Dalam lengung kutinggalkan raga polosku

sHie
#PuisiHore2 [4]

Jumat, 19 April 2013

Nulis Lagi

Aku jadi semangat nulis, walau kelihatannya belum mahir, tapi tak apalah. Main klik sana sini, aku menemukan suatu warna baru dalam blog-ku. Meski tetap aja, isinya bermacam-macam sesuai selera. Mulai nulis puisi lagi, trus nyoba-nyoba bikin cerita pendek yang sangat pendek, yang disebut Flash Fiction (FF). Di FF ini, batasan tulisannya ringkas, meski nggak terlalu jelas, ya... sekitar 100-500 kata. Kalau cerpen kan lebih dari 1000 kata ya, kalau nggak salah, hehe :)

Nggak terasa hari udah siang aja, saatnya para pria menjalankan ibadah wajib: Shalat Jumat. Dan aku juga ingin menyudahkan tulisanku kali ini, capek juga mengetik walau asik. Tapi buatku, lebih asik menulis walau tulisan dalam kertas itu susah untuk di-share. Ya sudahlah, apapun caranya menulis, aku tetap ingin nulis lagi. Semangat!!! Menuju 2 hari lagi jelang Kartini-Kartono.

.::. Just be yourself .::.

[BeraniCerita #08] Lipstik Merah

“Ma, kenapa sih perempuan harus memakai lipstik?” tanya Ana, putri kecilku, sembari membuka tutup benda berbentuk persegi panjang itu.

“Ini untuk nilai plus penampilan, sayang.” Jawabku singkat.

Ana bertanya lagi, kali ini dengan raut muka penuh selidik, “Tapi kemarin, waktu Ana di kantor Papa, Ana melihat bekas lipstik di pipi Papa. Setahu Ana, Mama nggak ada singgah ke sana, kan?”

Aku berpikir, mencoba mengingat-ingat hari kemarin. Aku terlalu sibuk sehingga menghabiskan waktu seharian di kantorku. Mungkinkah lipstik itu? Batinku bergejolak, mencari celah untuk segera tahu jawabannya.

Tiga hari berlalu seperti biasa, aku sengaja memasang tampang manis di depan suamiku. Tapi semakin lama dipendam, hatiku semakin kalut saja, dan aku nggak boleh gegabah! Hari ini kuputuskan mampir sebentar sembari mengantar bekal makan siang untuknya, tanpa sms terlebih dulu. Aku ingin memberikannya sebuah kejutan.

Setiba di ruangan di lantai 2, kulihat sekretarisnya masih berkutat di depan laptop. Tanpa pikir panjang, kupercepat langkahku dan membuka daun pintu ruang kerjanya yang ternyata tak terkunci.

“Arini?! Mas Akbar?!” nafasku tercekat, rantang bekal bawaanku terjatuh seketika. Aku melihat mereka berpelukan, dan sekilas dapat kulihat bekas lipstik Arini melekat di pipi Mas Akbar. Bekas lipstik merah menyala, itulah warna kesukaan adik kandungku, yang memang sangat menyayangi suamiku.

Mas Akbar mendekat dan hendak menjelaskan. Tapi telingaku tak mau mendengar alasannya, dan mataku ini terus saja menatap nanar pada bekas lipstik itu. Aku ingat, bekas ini sama dengan bekas lipstik seminggu yang lalu sewaktu Arini menjengukku. Ada sisa lipstik merah di cangkir kesayangan Mas Akbar.

..::.. words: 246 ..::..

 

Kamis, 18 April 2013

Fatin Shidqia Lubis [7-8]



 ^^ Gala Show 7: Mercy [Duffy]



 ^^ Gala Show 8: Arti Hadirmu [Audy]



^^ Gala Show 8: These Words [Natasha Bedingfield]

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...