Tampilkan postingan dengan label Wishes. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wishes. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 Juli 2016

Bersamamu Aku Tegar


Tak ada hari yang lebih indah saat seorang lelaki datang menghampiri kedua orang tuamu. Saat itu pula yang sedang kutunggu di bulan Juli ini. Yup, habis syawalan terbit lah lamaran. Semoga segala prosesnya berjalan dengan lancar. Semoga semua baik-baik saja hingga nanti. Semoga semoga semoga. Aamiin.

Tak kusangka pula ia hadir dengan seketika. Meski nyatanya kami telah melewati tiga bulan perkenalan. Alhamdulillah Allah menjawab doa-doa setelah sekian lama. Memang ya, cinta akan indah pada waktunya. Andai sabar juga diterapkan dalam dada. Duhai cinta ❤❤❤

Gapai semua jemariku
Rangkul aku dalam bahagiamu
Kuingin bersama berdua
Selamanya...

Jika kubuka mata ini
Kuingin selalu ada dirimu
Dalam kelemahan hati ini
Bersamamu...
Aku tegar...

Selasa, 24 Mei 2016

Jatuh Cinta

Barangkali memang jatuh cinta, saat kau mencipta debar di dadaku
Dan harus kuakui, rasa itu tak biasa
Candu rindu pun menyeruak, inginkan temu di tiap waktu
Dan saat bersamamu, segala rasa penuh bunga, penuh suka cita
Terima kasih telah ada di hidupku, bahkan hatiku
Terima kasih untuk waktu-waktu yang kita jalani berdua

*S.A*

Hi. Hello. Udah lama nggak ngepost di blog, tau-tau malah bikin judul "Jatuh Cinta". What's wrong with me? Ah, memang sedang jatuh cinta, kok. Ibarat kata, kita nggak pernah bisa memastikan kapan cinta itu datang. Ia tiba-tiba saja. Hehehe...

Untuk seseorang berinisial A, mungkin di blog ini terlalu banyak tulisan atau gubahan hati di masa lalu. Tapi satu yang pasti, jika engkau memang suratan takdir untukku, insya Allah tulisan berikutnya pasti tentang kamu semua. Tentang kita.

Jika wangimu saja bisa
Memindahkan duniaku
Maka cintamu pasti bisa
Mengubah jalan hidupku

Jika senyummu saja bisa
Mencuri detak jantungku
Maka pelukanmu yang bisa
Menyapu seluruh hatiku

Pegang tanganku
Bersama jatuh cinta

Senin, 31 Agustus 2015

Alhamdulillah, Gelar Baru!

Yeay, begitulah judulnya. Agak latepost sih tapi daripada absen mulu kan, ya? Mau share foto ajalah. Setelah perjalanan yang melelahkan dan bersabar ria, akhirnya kesampaian juga menambahkan gelar baru di belakang gelar S1-ku. Semoga ke depannya bisa lebih baik dan lebih baik lagi. Aamiin. ^-*

Wisuda tanggal 12 Agustus 2015


Sumpahan tanggal 26 Agustus 2015



Kamis, 30 Juli 2015

Dekat di Hati

Tuhan, terima kasih...

Satu kata itu mungkin cukup untuk mewakilkan seluruh rasa yang telah terurai kepadanya. Meski sisa tangis semalam masih mendera dan menyesakkan dada, tak apa. Baginya, kita harus memandang lebih bijak atas pengalaman yang terbentuk melalui waktu dan harapan. Baginya, kehidupan memang tak selalu seperti apa yang kita inginkan. Dan baginya, membangun masa depan dengan langkah yang lebih baik harus dilaksanakan. Aku pun percaya, kelak akan ada masa yang indah. Entah kapan itu... tetap tersenyum saja jalani hari-hari di depan mata. Semoga Tuhan merestui dan mendekatkan hati kita. Aamiin.

Untuk dia, mungkin lirik lagu ini bisalah ya... Haha, apaan sih ya? ^-*

Aku di sini dan kau di sana
Hanya berjumpa via suara
Namun ku selalu menunggu
Saat kita akan berjumpa

Meski kau kini jauh di sana
Kita memandang langit yang sama
Jauh di mata namun dekat di hati
Dekat di hati, dekat di hati

Senin, 27 Juli 2015

Entahlah...

Entahlah...

Ups, tetiba nulis di blog lagi dan entahlah yang menjadi judul beserta kata pembukanya. Apa yang terjadi setelah sekian lama? Entahlah... Banyak hal. Banyak kejadian. Banyak yang tak bisa dijelaskan dengan kekata. Barangkali, lelah.

Sungguh, mungkin aku memang lelah. Berjalan memutari hari demi hari, bulan demi bulan, yang semakin lama semakin ke sini membuat perasaan tak kentara. Apakah memang harus lelah yang tercipta? Apakah tak ada penyelesaian untuk rumitnya perasaan di dada? Apakah aku, dia, atau siapa?

Entahlah...

Aku tak punya jawaban untuk kehidupan yang kian berlalu ini. Aku juga tak terlalu berharap dengan kejadian-kejadian di depan, berlangsung indahkah? burukkah? Aku... aku... aku pasrah! Bahkan, saat lebaran yang telah lewat seminggu ini, saat ditanya suatu pertanyaan tertentu yang menjurus ke arah kehidupan masa depan, aku bagaikan patung dengan seulas senyum tanpa makna.

Gandengan? Alhamdulillah, ada yang baru meski kadang masih ragu. Sepertinya, dia juga begitu. Huhuhu, aku tak tahu harus menyebut apa perasaan ini. Lagi-lagi, entahlah. Maaf yaaa... Bukan maksudku menganggapmu tak ada atau apalah apalah namanya. Aku hanya masih ragu, atau mungkin tepatnya tak ingin terlalu berharap karena ketakberdayaan hati.

Aaaaarrrgh!!! Apa sih yang aku tulis ini?! Tuhan, seandainya semua kejadian di masa laluku tak pernah terjadi, mungkin aku takkan ragu untuk mengulang hal-hal indah bersama yang lain. Apa aku harus menceritakan semua hal itu? Apa aku harus merobek kenangan yang dulu-dulu? Apa? Apakah tak bisa semuanya dikubur saja? Lalu, hanya hal-hal indah saja yang terjadi untuk saat ini...

Aku tak pernah ingin mempermasalahkan siapapun yang kini ada bersamaku, entah dia orang berada atau tidak. Aku hanya ingin dia menerimaku apa adanya, bukan karena ada apanya. Begitupun aku terhadapnya. Begitupun masa laluku atau masa lalunya. Tuhan, hanya satu pintaku... jika memang dialah jodohku, dekatkan hati ini dengan hatinya, dan sebaliknya. Aamiin.

Jumat, 12 Desember 2014

Semoga Lancar, Ma

Pagi ini, aku sekeluaga ke bandara Supadio. Mama akan berangkat umroh untuk pertama kalinya. Sebenarnya aku ingin ikut tapi masih banyak yang belum dibereskan, kuliah atau ujian misalnya. Harapku semoga nanti saat tiba waktunya, aku juga bisa berangkat umroh seperti Mama. Oya, Bapakku juga nggak ikut lantaran masih memikirkan anak-anaknya. Padahal aku dan adikku sudah beranjak dewasa, tapi tetap saja... anak adalah anak-anak. Oke, aku tak mengapa sebab itu sudah menjadi keputusannya. Ya, semoga saja nanti langsung naik haji. Aamiin Allahumma Aamiin.... Sebelum keberangkatan, aku sekeluarga menyempatkan diri untuk berfoto. Setidaknya sebagai kenang-kenangan dan harapan yang tersimpan. Semoga Mama dilancarkan menuju rumah Allah aka Ka'bah, disehatkan dan segalanya yang baik-baik, deh. Love you, Mom. Hehehe.... ^-*


 

Rabu, 10 Desember 2014

Jalan Kita


Aku tak bisa menyangkal kalau rasa cemburu memainkan peran besar saat bersamamu. Tapi, apa yang sebenarnya pantas untuk kucemburui? Kau belum sah untukku, aku juga belum sah untukmu, dan lagi... jalan kita masih panjang tak terhitung waktu. Bukannya aku tak ingin mengakhiri hubungan ini dengan sesuatu yang kebanyakan orang tanyakan, sungguh aku sangat ingin! Andai saja waktu memihak kita, a-n-d-a-i s-a-j-a....

Berbicara mengenai jalan, aku bahagia ketika kemarin kau mengajakku pergi ke Jungkat Beach aka Pantai Bedenyut. Betapa angin begitu sepoi menerpa wajahku dan wajahmu. Betapa air begitu riak menyapu dinding hati yang sempat dingin tersebab cemburu padamu. Ah, kalau saja aku bisa mengutarakan kata-kata penuh romansa kepadamu, kau pasti akan geli tertawa melihatku. Cukuplah selama ini menjadi pembacaku, sayang.

Caramu menikmati hidup kadang juga membuatku bahagia, meski setelah hari itu beban kembali kaupikul dengan keras. Ya, kau selalu menyempatkan satu temu di antara hari-hari sibukmu, lelah-lelah tubuhmu. Tak jarang memang, tapi cukup untuk menghibur hati yang lelah tersebab rindu. Detik ini pun, aku rindu! Aku harap kau selalu baik-baik saja di sana, mengumpulkan rezeki untuk langkah hakiki. Aamiin Allahumma Aamiin....

Dan, aku harap ini bukanlah perjalanan terakhir. Aku masih ingin menuai waktu bersamamu, menua bersamamu. Seiring perjalanan itu, semoga semuanya berlangsung penuh sukacita. Kalaupun dukacita menghampiri langkah kita, semoga hati ini tetap tabah menghadapi cobaan-Nya. Kau pasti tahu, kita sama-sama telah mengalami cobaan dari masa lalu. Kau juga pasti mengerti, apalah arti cerita cinta tanpa bumbu-bumbu? ^-*




Selasa, 25 November 2014

Aku Lelah, Bu

Diamku tak perlu kautanya, 
aku hanya tak ingin melihatmu kecewa.
Mungkin pikirmu memang baik-baik saja, 
sedang di kepalaku penuh akan makna.
Kadang, aku ingin riuh di pelukmu, 
menceritakan dukaku yang teramat dalam di sisimu.
Oh, Ibu... memandang putih di rambutmu membuatku urung. 
Aku bisa apa selain murung?
Sulit bagiku untuk percaya, 
sebegitu rumit jugakah kisah di balik hidup yang fana?
Jika Ibu ingin coba mengertiku, mengapa tak sedari dulu?
Aku lelah, Bu. 
Aku lelah mencari kasih sayang 
yang tak pernah nyata bagi separuh jiwaku...

Senin, 24 November 2014

Happy Wedding Sista

Latepost...

Ini edisi seseruan bareng sepupu, ceritanya di nikahan kakak sepupu tanggal 16 November lalu. It's okay lah ya, udah lama juga aku nggak nge-post di blog. Mari berbagi kebahagiaan! As always, pertanyaan yang selalu dilontarkan ketika ada acara seperti ini adalah... akunya kapan nyusul?! Oh no! I really don't know what to answer that question. Keep silent and be happy aja, hahaha... :D







Minggu, 07 September 2014

Apakah Ada?

Kamu yang dulu, memang bukan kamu yang sekarang. Begitu halnya dengan aku. Kehidupan telah banyak menemui perubahan, meski di kedalaman hatiku masih berkata... aku mencintaimu apa adanya. Tapi apa daya jika rasa itu enggan menemukan jawabannya, tempat labuhannya.

Kamu yang dulu, harusnya telah tertinggal jauh di dasar ingatan. Harusnya tak muncul kembali menyemai rasa yang tak berkesudahan. Pun tak berkepastian. Dan jikalau aku bertanya, bagaimana rasamu akhir-akhir ini... apakah ada aku di kedalaman hatimu? A-p-a-k-a-h a-d-a?

Entahlah! Gelengan kepalaku mungkin begitu kuat hingga kau menyadari, lagi-lagi lari! Sungguh, aku tak mengerti... mengapa rasa ini hanya indah di awal saja? Tidakkah akan menjadi indah untuk selamanya? Tidakkah akan menjadi cerita yang selalu bisa kita bagi bersama?

Entahlah! Barangkali, camar di ujung senja merutuki aku. Mau-maunya dihajar oleh dasar ingatan yang karat. Mau-maunya dimainkan rasa yang tak kenal syarat. Sebab yang kutahu, rasa cinta nan tulus memang tumbuh tanpa alasan, dan tak harus memiliki sebagai syarat akhirnya.

Rabu, 20 Agustus 2014

Bisik Rindu

Hatiku gigil, saat rindu membisik lirih begitu terampil ~ Silver

Sejenak aku merenungkan apa yang telah kutulis. Sebelum kata itu terlahir, terlebih dulu aku menuliskan dua baris sajak berbalut rindu*. Lebih tepatnya tentang mimpi dan rindu. Entahlah, haruskah kutulis dan kuberi tahu padamu? Tapi kata itu begitu saja meluncur dari kedalaman bawah sadarku. Seolah memimpikanmu adalah hal yang benar-benar membuatku rindu. Seolah memimpikanmu adalah hal yang sanggup membawamu kembali di hadapku.

Sungguh, aku tak pernah mengerti mengapa mimpi menghadirkanmu! Nyatanya, aku tak terlalu sering memikirkanmu. Hanya sekali-kali saat karat ingatan berhasil merayuku. Mungkin aku kalut. Mungkin juga takut. Kehilanganmu menyita perhatianku saat pertemuan dan perpisahan kita. Kehilanganmu membekukanku. Dan saat mimpi menghadirkanmu, aku luruh! Aku ingin semua orang tahu bahwa kita pernah menjalin rindu di waktu-waktu lalu.

Silver, sekalipun aku tak pernah membayangkan akan menggunakan singkatan itu untuk mendeskripsikan jalinan kita. Bahkan jika kamu membacanya, belum tentu kamu akan mengingatnya. Kamu masih seperti yang lalu, berputar-putar tanpa pernah benar-benar diam menempati. Dan aku, seolah tak beranjak dewasa saat kamu datang dan pergi dengan sesuka tanpa satu kata yang pasti. Ah, harusnya aku bisa terbang tinggi lagi tanpamu.

*Memimpikanmu lagi-lagi, mendesahkan hatiku yang tak pernah benar-benar kautempati.
Merdekakan aku, tuan! Agar mimpi tentangmu bias tak menjejakkan kerinduan.

Selasa, 12 Agustus 2014

Hasrat Untuk Berubah

Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal,
aku bermimpi ingin mengubah dunia.
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku,
kudapati bahwa dunia tidak kunjung berubah.
Maka cita-cita itu pun agak kupersempit,
lalu kuputuskan hanya mengubah negeriku.
Namun tampaknya, hasrat itu pun tiada hasil.

Ketika usiaku telah semakin senja,
dengan semangatku yang masih tersisa,
kuputuskan untuk mengubah keluargaku,
orang-orang yang paling dekat denganku.
Tetapi celakanya, mereka pun tidak mau diubah.

Dan kini, sementara aku berbaring
saat ajal menjelang, tiba-tiba kusadari...
"Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku,
maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan,
mungkin akan bisa mengubah keluargaku.
Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka,
bisa jadi aku pun mampu memperbaiki negeriku.
Kemudian siapa tahu, aku pun bahkan bisa mengubah dunia".

#Repost
Sumber : Unknown

Selasa, 05 Agustus 2014

Airmata Kerinduan

Tak perlu kuhitung tetesan hujan di luar sana,
sebab aku jemu menanti bianglala di malam hari yang tak pernah ada.
Seperti kamu...
Entah di mana lagi 'kan kukisahkan repih luka berbatas waktu.
Tangisku mungkin pecah seirama tetesan hujan, sayang.
Tapi apa daya bila kau slalu abaikan dan menghilang.
Sungguh, sekalipun waktu membiarkan aku berlari jauh,
bayanganmu tetap utuh.
Sedang hujan...
Biar saja mengalir merupa airmata kerinduan,
untukmu di kejauhan.

Senin, 04 Agustus 2014

Aku Masih di Sini

Barangkali hukuman ini memang pantas,
meski aku juga harus bergegas.
Bukankah tiap kesalahan mempunyai
kapasitasnya sendiri untuk direnungkan?
Lain halnya denganmu, berpikir panjang tanpa satu jalan.
Tak bisakah kita bersama memperbaiki semua itu?
Ah, harapanku kian ketinggian. 
Bahkan Tuhan mungkin tak mengizinkan. 
Apalagi kamu yang slalu mengabaikan.
Apa yang terjadi di antara kita memang meninggalkan repih luka, 
tapi harusnya kita bisa merekatkan ia agar tak kian menganga.
Aku masih di sini, menantimu kembali 
hingga tak terhitung berapa kali lagi nyeri menghujam diri.
Aku masih di sini, berpura-pura mengembangkan senyum 
di atas repih luka yang pernah menyayat hati.

Sabtu, 02 Agustus 2014

Sewaktu Aku Ingin

Aku membayangkanmu begitu mesra, sebab mengucapkan namamu tak pernah mendatangkan sosokmu di depanku. Hanya wajahmu dalam bayanganku, menari-nari di atas gejolak rindu. Hanya kamu dalam benakku, sosok teramat betah mendiami ruang hatiku.

Entah sudah berapa lama, jika bisa kuhitung ... mungkin sudah berjalan hampir enam tahun. Enam tahun. Enam tahun. Ah, tapi hitungan waktu itu tak bermakna bagimu. Akulah yang selalu menjadi detik, merasakan sakit dan bangkitnya diri dari jatuh cinta kepadamu.

Sewaktu aku ingin memeluk erat tubuhmu, kau tak ada di sini. Sewaktu aku ingin kau di sisiku, kau juga tak ada di sini. Kau tak pernah benar-benar ada di sini! Dan aku tenggelam dalam curahan hati berbalut kegelapan malam tanpa bintang. Dan aku, perasaanku tak menentu.

Aku tak mengharapkan sesuatu yang lebih darimu, sebab kesadaranku pulih jika mengingat betapa sewaktu aku ingin. Sebagai kekasih yang tak kau anggap pun, aku tak mengharapkan sesuatu meski simpulanku ternyata keliru. Bagaimana bisa cinta menuai derita jika kupupuk dengan satu tuju?

♥ Terinspirasi dari lagu Ada Band - Kau Tak Ada di Sini ♥

Kau jauh dari aku tuk sekian lama
Ku merindu, ku tersiksa, ini yang kurasakan
Sewaktu aku ingin memeluk erat tubuhmu
Sewaktu aku ingin kau di sisiku
Kau tak ada di sini

Hari-hari kulalui menunggu kau hadir
Perasaan tak menentu galau kurasakan
Sewaktu aku ingin memeluk erat tubuhmu
Sewaktu aku ingin kau di sisiku
Kau tak ada di sini

Cepatlah kau datang sayang, aku tak kuat lagi
Bila kau tak datang bisa-bisa detak jantung ini terhenti

Sewaktu aku ingin memeluk erat tubuhmu
Sewaktu aku ingin kau di sisiku
Sewaktu aku ingin memeluk erat tubuhmu
Sewaktu aku ingin kau di sisiku
Kau tak ada di sini

Kamis, 31 Juli 2014

Still Into You

Goodbye, July...

But I don't wanna say goodbye to someone, to you. Yeah, it's right! Of course it's always right! Cause I love you just the way you are. You make me crazy, more and more. I don't think to erase you from my heart. It's just make me crazy again. I'll miss you so badly...

Entah apa yang kutulis setelah sekian lama aku tak pernah menulis di lembar blog ini. Aku rindu menulis, a-p-a s-a-j-a, meski nyatanya kerinduanku padamu tak lebih dari yang kaubayangkan. Itu jelas, sangat jelas tergambar dari setiap kata yang kutulis. Menandakan bahwa kau adalah salah satu inspirasi terbesar di dalam tulisanku. Menandakan bahwa buih rindu kepadamu takkan pernah ada habisnya untuk dibahas dan diceritakan. Apa kau marah? Bilang saja jika itu yang kaurasakan. Aku tak apa, aku tetap seperti yang kau kenal. Tak perlu mengerti perasaanku karena kau memang tak pernah mengerti. Tak perlu kau tatap mataku lebih dari tiga detik atau seberapa lama kau bisa bertahan, sebab kebersamaan kita hanyalah bagai dua insan yang hanya sebatas sekelabat bayangan.

Harus kunamakan apa hubungan kita? Temankah? Sahabatkah? Pacarkah? Apa??? Sampai detik ini, aku tak bisa menjawab jika semua orang menanyakannya padaku. Bahkan kau selalu berhasil mengalihkan pembicaraan jika tiba-tiba aku mulai bertanya arti hubungan kita. Pernah aku menyudahi semuanya, membenamkan wajah di atas kegembiraan dunia, senyumku hilang tak berarah. Salah siapa? Kau? Tidak! Aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa, sebab mencintaimu bukan kesalahan yang kubuat-buat. Mencintaimu adalah pertanda bahwa Tuhan menitipkan satu kegembiraan atas sebuah rasa. Meski lagi-lagi harus kutampik bahwa kegembiraan tak pernah datang sendiri, ia selalu bersama kesedihan. Kesedihan. Kesedihan.

Membayangkan Juli yang akan berakhir, aku tak peduli! Kegembiraan yang tak pernah datang sendiri pun, aku tak peduli! Sebab bertemu denganmu di akhir Juli ini membuatku berarti. Membuatku kembali merasakan datangnya cinta yang tak kenal logika. Memang iya! Logikaku mati manakala kau ada di hadapanku. Logikaku tak bekerja dengan baik manakala kau memetik senar gitar di sampingku. Bahkan setelah pertemuan yang harus diakhiri perpisahan, logikaku masih sama, mati dan tak bekerja dengan baik. Aku mencintaimu, menggilaimu dalam setiap detik yang kuhabiskan untuk berpikir dan menulis tentangmu. Berkata selamat tinggal kepadamu hanya meruntuhkan airmataku. Maka dari itu, aku tak mau lagi berkata 'goodbye'.


To you, I'll say... still into you.

Minggu, 08 Juni 2014

Aku Merindukanmu, Mencintaimu


~~~♡~~~
Bisakah kau lihat ke kedalaman mataku?
Sebab isyarat rindu tak tersampaikan
lewat rintik hujan di langit kelabu.
Aku merindukanmu,
hingga tak terhitung harus berapa kali lagi 
kusebutkan namamu dalam rapal doaku.
 Aku mencintaimu,
menikmati indah dan sakitnya hati yang jatuh
di saat cinta menemukan tempat tuk berlabuh.
Jika aku berkata benci, itu juga benar yang terjadi.
Sejatinya, cinta memang memiliki banyak rasa tanpa tepi.
Dan bisakah aku melihat ke kedalaman matamu?
Melabuhkan cinta pada tempatnya,
tempat yang kau sembunyikan dalam ragu dan tatap pilu.
Jangan kasihani aku, tapi cintailah aku!
Sebab cinta bukanlah lelucon
yang bisa kau mainkan sesuka hatimu.
Aku merindukanmu, mencintaimu.
~~~♡~~~

Minggu, 27 April 2014

[My Book] Undeclared Love

Alhamdulillah, antologi puisi Undeclared Love akhirnya publish juga. Puisiku 'Untuk Engkau yang Jauh' bisa dibaca di antologi ini. Sila dipesan, kawan-kawan. Happy weekend ya... ^-*

 

Telah terbit di LeutikaPrio!!!
 
Judul : Undeclared Love
Penulis : Susi Retno Juwita, Yara Purnama, Yunita Dwi Indraswari, dkk
Tebal : 114 halaman
Harga : Rp. 29.700,00
ISBN : 978-602-225-839-1
 
Sinopsis:
 
 aku lebih suka memberitahumu,
lewat kata-kata yang mungkin tak bisa kau terjemahkan

bagiku,
itulah kalimat perasaan

dentingnya mungkin tak akan kau dengar
namun sayup bahasaku,
dapatkah kau rasakan?

~Nonik Sastrowihardjo~


Menyesakkan! Ketika kita miliki perasaan cinta namun tak mampu menyampaikannya. Hanya dipendam dan tidak tahu yang harus dilakukan. Menangis? Hanya membuat perasaan itu nyata. Marah? Siapa yang harus disalahkan? Bisakah marah mengurangi perasaan yang ada? Pernah mengalaminya? atau sedang mengalaminya? Jangan membaca buku ini, karena akan membuatmu menangis bersamanya.

Antologi Puisi UNDECLARED LOVE ini berisi 50 puisi cinta yang tak tersampaikan. Ditulis oleh 37 pemenang event Menulis Puisi Undeclared Love yang diselenggarakan oleh LeutikaPrio dalam rangka ulang tahun yang ke 3. Puisi Nonik Sastrowihardjo di atas hanyalah cuplikan dari salah satu puisi dalam buku ini. Masih banyak puisi cinta tak tersampaikan yang akan membuatmu mengenang perasaan itu, atau membuat perasaanmu kembali nyata. 
 
Ps : Buku ini sudah bisa dipesan sekarang via website http://www.leutikaprio.com/produk/11028/kumpulan_puisi/1404996/undeclared_love/14046013/pemenang_event_undeclared_love, inbox Fb LeutikaPrio dengan subjek PESAN BUKU, atau SMS ke 0819 0422 1928. Met Order, all!! ^^v

Sumber : LeutikaPrio

Rabu, 16 April 2014

You Are The Pirate of My Heart

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered!
Pic from here

Andra, lelaki tambun dengan rambut sebahunya, sibuk menyiapkan seperangkat alat untuk para wisatawan yang berkunjung. Entah itu untuk family, sepasang muda mudi atau anak-anak yang hendak bermain sesuka hati. Aku memperhatikannya seraya membersihkan bantal-bantal di sebuah pondok, mengintip melalui celah-celah kayu atau daun yang menghalangi jarak pandangku.
            Tugasku memang tak terlalu berat seperti Andra. Di waktu senggang, aku malah ingin membantunya. Kebetulan, hari ini kami memang banyak orderan. Ada tiga tamu yang memesan Pirates Quarters. Meski begitu, kami tak boleh berleha-leha tanpa sengaja. Kami, sebagai pelayan di The Pirates Bay harus siap siaga sesuai jadwal kerja.
            “Hai, Dian. What’s on your mind?
            “Hah? What?
            Aku mengernyitkan dahi tanda tak mengerti. Mr. Mike rupanya memergokiku dari lantai bawah. Seketika, aku menoyor jidatku sendiri dan bergumam sesuatu yang mungkin terdengar oleh Mr. Mike.
            “Dian. Lakukan tugasmu dulu, oke?”
            “Oh, oke, Mr. Mike.”
            Perintah Mr. Mike yang tegas itu benar-benar membuatku sadar. Ah, alangkah bodohnya aku! Pekerjaan paruh waktu yang kulakukan ini harusnya tak boleh kusia-siakan dengan memikirkan Andra yang belum tentu memikirkanku.
            “Go, go, go. Dian pasti bisa!”
            Kutepuk-tepuk bantal bulat besar bersarung merah hati yang terletak di tengah pondok. Begitu seterusnya hingga tak tersisa debu yang menempel. Aku jadi ingat kejadian beberapa bulan yang  lalu, saat Andra belum diangkat menjadi ‘Pirate’, atau tepatnya pelayan yang menjelaskan tentang aktivitas di The Pirates Bay, Bali. Saat itu, kami sama-sama ditugaskan untuk membereskan Pirates Quarters. Kami bersenda gurau di tengah-tengah waktu senggang dengan saling menimpuk bantal. Tawa girang kami akhirnya ketahuan oleh Mr. Mike dan saat kami selesai dimarahi Mr. Mike, kami melempar senyum penuh bahagia.
            “Dian! Diaaan!” teriak sebuah suara.
            Aku celingak celinguk mencarinya.
            “Dian, di sini, di belakangmu. Are you okay?” tegur Echi, asisten Mr. Mike, dari pondok pertama yang telah kubersihkan. Sebagai asisten, Echi tentu bertugas mengawasi setiap karyawan. Hanya saja, ia tak setegas Mr. Mike. Echi sudah seperti keluarga bagiku.
            “Eh, Echi. Ya, ya, i’m okay.”
            “Terus, kenapa kamu ngelamun? Ngelamunin Andra, ya?”
            “Pelan sedikit kenapa sih?” desisku. “Nanti ketahuan sama Mr. Mike.”
            “Yeee, bilang aja takut ketahuan sama Andra.”
            “Bukan begitu. Kau tentu mengerti, Chi. Ini semua sudah berbeda, tak sama seperti dulu lagi.”
            “Kau sudah selesai belum membereskan Pirates Quarters di situ?” tanya Echi.
            “Oh, sudah.”
`           “Oke, sebentar lagi Echi ke situ. Wait a minute, Dian.”
            Kuanggukkan kepala lalu menunggunya menaiki tangga di pondok kedua.
            Tak sampai satu menit, Echi telah berada di sampingku. Berdiri di dekat pohon kayu besar tak jauh dari tepi tangga.
            “Dian, mau sampai kapan kau simpan perasaan itu?”
            “Entahlah, Chi. Andra telah benar-benar membajak hatiku. Aku tak bisa mengatakannya.”
            “Hah, kau ini!” Echi membuang muka, menatap laut biru di kejauhan sana.
            Tanpa sengaja, kuambil sebuah bantal bulat kecil dan memeluknya erat. Kubayangkan bantal itu sebagai Andra. Kalau sudah seperti itu, perasaanku menjadi tak tentu rudu.
            “Dian, apa harus Echi yang menyampaikannya ke Andra?”
            “Maksudnya, Chi?”
            “Kau tahu, di antara tiga tamu hari ini, ada seseorang yang begitu dinanti Andra. Katanya, teman lama yang pernah mengisi relung jiwanya.”
            “Yang benar, kamu, Chi?”
            “Kalau tak percaya, tanya saja langsung ke Andra.”
            Aku diam, mematung, memandang matahari yang akan naik ke singgasananya. Menebar sinar cerah namun tak secerah hatiku saat ini. Pernyataan Echi mengusik ingatanku, tapi hanya sepotong-potong bagai puzzle yang enggan bersatu. Semakin aku mengingatnya, kepalaku semakin terasa berat.

~ ~ ~

“Dian, nanti setelah pulang kerja, kamu ada waktu?”
            Setelah sekian lama berkutat dengan tugas masing-masing, akhirnya Andra menyapaku di waktu senggangnya.
            “Tumben kamu tanya begitu, Ndra. Ada apa?”
            “Aku pengin kita mengenang masa dulu. Ah, tapi kamu pasti belum mengingatnya.”
            Kucerna kata-kata Andra yang mampir di gendang telingaku. Tapi kamu pasti belum mengingatnya. Apa maksudnya, ya?
            Karena tak ingin berdebat panjang lebar, aku menjawab sekenanya. Nanti, pasti akan kuketahui apa makna kata Andra.
            “Baiklah. Di mana?”
            “Di kapal. Bisa, kan, ya?”
            Aku tak menjawab. Tapi anggukan kecil di kepalaku pasti terlihat oleh Andra. Ia menyunggingkan senyumnya.
            Setelah pertemuan singkat itu, kepalaku dipenuhi pikiran-pikiran aneh. Mulai dari pernyataan Echi tadi pagi tentang seseorang yang pernah mengisi relung jiwa Andra, sampai ke kenangan masa dulu yang diutarakan Andra. Aku benar-benar bingung, siapa sebenarnya seseorang itu? Sudah pasti, ia adalah seorang wanita. Tapi, siapa? Lalu, apa maksudnya kenangan masa dulu? Apa ada hubungannya dengan seseorang yang akan ditemuinya? Ah, entahlah!

~ ~ ~

Kulirik jam tangan Channel putih di tangan kiriku. Setengah lima lewat lima. Matahari telah berpindah tempat, hendak digantikan bulan lambat-lambat. Sementara itu, sinar jingganya menyilaukan mata. Tapi tetap saja, jika berada di Nusa Dua, sinar jingga senja adalah satu-satunya hal terindah.
            “Gimana? Apa kamu mengingat sesuatu?” sapa Andra.
            “Andra. Tentu saja. Waktu itu, sebelum kamu dinobatkan menjadi ‘Pirate’, kita pernah bermain di tepi pantai Nusa Dua.”
            “Bukan, bukan itu.”
            “Lalu, apa? Aku tak mengerti.”
            “Baiklah. Tunggu sebentar, ya. Akan kubawakan seseorang untuk mengingatkanmu tentang semua itu.”
            Dalam hitungan detik, berdirilah seorang wanita yang sama sekali tak pernah ingin kulihat wajahnya. Jelas aku mengingatnya, ialah Netri, wanita perebut cinta masa kecilku. Tak banyak yang berubah dari wajahnya. Hanya saja, badannya terlihat kurus dan matanya sayu seperti orang yang sedang mengalami sakit berat.
            “Hai, Di. A-apa ka...,” belum sempat Netri meneruskan salamnya, aku memotong lebih dulu.
            “Jadi, wanita ini yang pernah mengisi relung jiwamu, yang akan kau kenalkan padaku. Apa arti semua ini, Ndra?”
            Aku hendak berlari saat mereka berdua tak menggubris perkataanku. Tapi satu sentakan Andra menghentikan langkahku.
            “Di, dengar dulu. Ini tak seperti yang ada dalam pikiranmu.”
            “Kamu tahu apa tentang pikiranku, Ndra? Selama ini, selama ini, aku selalu menyimpan rapat-rapat perasaanku. Tapi hari ini, rasanya aku mau gila!”
            “Kata itu juga yang pernah kamu ucapkan sewaktu dulu. Ya, kan?”
            Bagai tersambar petir, kepingan memori berjejer mengutuhkan puzzle yang sedari tadi enggan bersatu. Hari itu, di tepi pantai Nusa Dua, aku, pria bernama Andra juga, dan Netri terlibat pertengkaran sengit. Aku marah, memberontak, tak terima pada kenyataan. Andra yang kusuka direbut oleh Netri, sahabatku sendiri.
            Kugelengkan kepalaku kuat-kuat. Aku tak mau menjadi gila. Tapi, apakah kejadian dulu akan terulang kembali? Oh, tidak! Aku tak bisa jika harus merasakan kehilangan seperti ini.
            “Di, Netri kesini ingin meminta maaf padamu. Lagipula, apa kamu benar-benar lupa sama aku?”
            “Kamu? Kamu, Andra.”
            “Andra Prasetya. Andra masa kecilmu, Di.”
            “Ap-apa?! Nggak, nggak mungkin kamu Andra Prasetya. Andra Prasetya itu....”
            “Andra Prasetya itu putih, gemuk, tapi rapi dan wangi, kan? Tapi... Andra yang sekarang, Andra yang di depanmu, udah nggak putih lagi, udah nggak gemuk lagi.”
            Perlahan, kutatap wajah Andra di depanku. Tatapan matanya masih sama seperti yang dulu, cokelat tua yang teduh. Samar-samar, potongan puzzle itu kembali menyatu, menyeruak dadaku. Apa yang kuharapkan dari pertemuan ini?
            “Di, apa kamu ingat surat-surat yang pernah kamu tulis untukku?”
            “Surat?”
            “Bukankah tiap tahun kamu selalu melakukannya?”
            Andra mengeluarkan sebuah kotak yang disimpannya di dalam kapal. Entah bagaimana, aku merasa harus percaya padanya. Di dalam kotak itu, terdapat berlembar-lembar surat yang menyatakan perasaanku. Aku menaruh surat itu di dalam botol, menghanyutkannya di pantai Nusa Dua saat senja hampir berakhir. Tapi malangnya, aku tak pernah benar-benar menyaksikan surat itu hanyut terbawa arus pantai.
            Kini, surat di dalam kotak milik Andra, menjadi bukti bahwa ia memang pembajak hati. Meski aku sangsi, sebab Netri seolah tak merelakan Andra menjadi milikku hingga nanti.
            “Di? Diandra?” panggil Netri seketika.
            “Hah? Diandra? Dari mana kamu tau nama singkatan itu?”
            “Dari Andra. Dia sering cerita ke aku, dan aku sadar setelah kamu pergi meninggalkan kami waktu dulu. Seharusnya, aku tak berani melakukan hal itu. Terlebih, kamu adalah sahabatku.”
            “Lalu?”
            “Aku minta maaf, Di. Aku menyesal.”
            “Kenapa baru sekarang kamu bicara menyesal?”
            “Udah, Di. Kasihan, Netri. Dia lagi sakit. Ada baiknya kita semua mengambil pelajaran dari semua yang pernah terjadi. Lagipula, aku perhatikan, kamu udah banyak berubah, Di.”
            “Tapi, kebahagiaanku?”
            “Bukankah kebahagiaan bisa kamu ciptakan sendiri, Di? Harusnya kamu juga sadar setelah tahun-tahun ketakmungkinan kita. Harusnya aku jujur saja waktu pertama kali kita jumpa di Nusa Dua, sebagai pelayan di The Pirates Bay.”
            “Kamu..., aku harus bilang apa?”
         “Nggak ada yang harus kamu bilang, Di. Yang ada, serahkan saja hatimu padaku. Karena akulah pembajak hatimu. Begitu yang kamu mau, kan?”
            “Kamu curang. Kamu membaca semua isi suratku.”
            “Setidaknya, itu bisa membuatmu tersenyum. Aku bahagia jika kamu bahagia, Di. Diandra. Dian dan Andra.”
            Tanpa banyak kata maupun tanya, senyumku memang lepas begitu saja. Dan harus kuakui, aku telah memaafkan Netri begitu lama, meski memandang wajahnya menyisakan guratan luka. Ah, andai saja waktu bisa kuputar kembali ke sebuah masa. Tapi sudahlah. Seperti kata Andra, seharusnya kebahagiaan bisa diciptakan sendiri di tiap-tiap jiwa.
            “Andraaa, you are the pirate of my heart!” teriakku pada senja yang hampir berakhir.

~ The end ~

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...