Barangkali memang jatuh cinta, saat kau mencipta debar di dadaku
Dan harus kuakui, rasa itu tak biasa
Candu rindu pun menyeruak, inginkan temu di tiap waktu
Dan saat bersamamu, segala rasa penuh bunga, penuh suka cita
Terima kasih telah ada di hidupku, bahkan hatiku
Terima kasih untuk waktu-waktu yang kita jalani berdua
*S.A*
Hi. Hello. Udah lama nggak ngepost di blog, tau-tau malah bikin judul "Jatuh Cinta". What's wrong with me? Ah, memang sedang jatuh cinta, kok. Ibarat kata, kita nggak pernah bisa memastikan kapan cinta itu datang. Ia tiba-tiba saja. Hehehe...
Untuk seseorang berinisial A, mungkin di blog ini terlalu banyak tulisan atau gubahan hati di masa lalu. Tapi satu yang pasti, jika engkau memang suratan takdir untukku, insya Allah tulisan berikutnya pasti tentang kamu semua. Tentang kita.
Jika wangimu saja bisa
Memindahkan duniaku
Maka cintamu pasti bisa
Mengubah jalan hidupku
Jika senyummu saja bisa
Mencuri detak jantungku
Maka pelukanmu yang bisa
Menyapu seluruh hatiku
Pegang tanganku
Bersama jatuh cinta
Tampilkan postingan dengan label Bait Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bait Puisi. Tampilkan semua postingan
Selasa, 24 Mei 2016
Selasa, 25 November 2014
Aku Lelah, Bu
Diamku tak perlu kautanya,
aku hanya tak ingin melihatmu kecewa.
Mungkin pikirmu memang baik-baik saja,
sedang di kepalaku penuh akan makna.
Kadang, aku ingin riuh di pelukmu,
menceritakan dukaku yang teramat dalam di sisimu.
Oh, Ibu... memandang putih di rambutmu membuatku urung.
Aku bisa apa selain murung?
Sulit bagiku untuk percaya,
sebegitu rumit jugakah kisah di balik hidup yang fana?
Jika Ibu ingin coba mengertiku, mengapa tak sedari dulu?
Aku lelah, Bu.
Aku lelah mencari kasih sayang
yang tak pernah nyata bagi separuh jiwaku...
Rabu, 20 Agustus 2014
Bisik Rindu
Hatiku gigil, saat rindu membisik lirih begitu terampil ~ Silver
Sejenak aku merenungkan apa yang telah kutulis. Sebelum kata itu terlahir, terlebih dulu aku menuliskan dua baris sajak berbalut rindu*. Lebih tepatnya tentang mimpi dan rindu. Entahlah, haruskah kutulis dan kuberi tahu padamu? Tapi kata itu begitu saja meluncur dari kedalaman bawah sadarku. Seolah memimpikanmu adalah hal yang benar-benar membuatku rindu. Seolah memimpikanmu adalah hal yang sanggup membawamu kembali di hadapku.
Sungguh, aku tak pernah mengerti mengapa mimpi menghadirkanmu! Nyatanya, aku tak terlalu sering memikirkanmu. Hanya sekali-kali saat karat ingatan berhasil merayuku. Mungkin aku kalut. Mungkin juga takut. Kehilanganmu menyita perhatianku saat pertemuan dan perpisahan kita. Kehilanganmu membekukanku. Dan saat mimpi menghadirkanmu, aku luruh! Aku ingin semua orang tahu bahwa kita pernah menjalin rindu di waktu-waktu lalu.
Silver, sekalipun aku tak pernah membayangkan akan menggunakan singkatan itu untuk mendeskripsikan jalinan kita. Bahkan jika kamu membacanya, belum tentu kamu akan mengingatnya. Kamu masih seperti yang lalu, berputar-putar tanpa pernah benar-benar diam menempati. Dan aku, seolah tak beranjak dewasa saat kamu datang dan pergi dengan sesuka tanpa satu kata yang pasti. Ah, harusnya aku bisa terbang tinggi lagi tanpamu.
*Memimpikanmu lagi-lagi, mendesahkan hatiku yang tak pernah benar-benar kautempati.
Merdekakan aku, tuan! Agar mimpi tentangmu bias tak menjejakkan kerinduan.
Selasa, 05 Agustus 2014
Airmata Kerinduan
Tak perlu kuhitung tetesan hujan di luar sana,
sebab aku jemu menanti bianglala di malam hari yang tak pernah ada.
Seperti kamu...
Entah di mana lagi 'kan kukisahkan repih luka berbatas waktu.
Tangisku mungkin pecah seirama tetesan hujan, sayang.
Tapi apa daya bila kau slalu abaikan dan menghilang.
Sungguh, sekalipun waktu membiarkan aku berlari jauh,
bayanganmu tetap utuh.
Sedang hujan...
Biar saja mengalir merupa airmata kerinduan,
untukmu di kejauhan.
sebab aku jemu menanti bianglala di malam hari yang tak pernah ada.
Seperti kamu...
Entah di mana lagi 'kan kukisahkan repih luka berbatas waktu.
Tangisku mungkin pecah seirama tetesan hujan, sayang.
Tapi apa daya bila kau slalu abaikan dan menghilang.
Sungguh, sekalipun waktu membiarkan aku berlari jauh,
bayanganmu tetap utuh.
Sedang hujan...
Biar saja mengalir merupa airmata kerinduan,
untukmu di kejauhan.
Senin, 04 Agustus 2014
Aku Masih di Sini
Barangkali hukuman ini memang pantas,
meski aku juga harus bergegas.
Bukankah tiap kesalahan mempunyai
kapasitasnya sendiri untuk direnungkan?
Lain halnya denganmu, berpikir panjang tanpa satu jalan.
meski aku juga harus bergegas.
Bukankah tiap kesalahan mempunyai
kapasitasnya sendiri untuk direnungkan?
Lain halnya denganmu, berpikir panjang tanpa satu jalan.
Tak bisakah kita bersama memperbaiki semua itu?
Ah, harapanku kian ketinggian.
Bahkan Tuhan mungkin tak mengizinkan.
Apalagi kamu yang slalu mengabaikan.
Apa yang terjadi di antara kita memang meninggalkan repih luka,
tapi harusnya kita bisa merekatkan ia agar tak kian menganga.
Aku masih di sini, menantimu kembali
hingga tak terhitung berapa kali lagi nyeri menghujam diri.
Aku masih di sini, berpura-pura mengembangkan senyum
di atas repih luka yang pernah menyayat hati.
Minggu, 08 Juni 2014
Aku Merindukanmu, Mencintaimu
~~~♡~~~
Bisakah kau lihat ke kedalaman mataku?
Sebab isyarat rindu tak tersampaikan
lewat rintik hujan di langit kelabu.
Aku merindukanmu,
hingga tak terhitung harus berapa kali lagi
kusebutkan namamu dalam rapal doaku.
Aku mencintaimu,
menikmati indah dan sakitnya hati yang jatuh
di saat cinta menemukan tempat tuk berlabuh.
Jika aku berkata benci, itu juga benar yang terjadi.
Sejatinya, cinta memang memiliki banyak rasa tanpa tepi.
Dan bisakah aku melihat ke kedalaman matamu?
Melabuhkan cinta pada
tempatnya,
tempat yang kau sembunyikan dalam ragu dan tatap pilu.
Jangan kasihani aku, tapi cintailah aku!
Sebab cinta bukanlah lelucon
yang bisa kau mainkan sesuka hatimu.
Aku merindukanmu, mencintaimu.
~~~♡~~~
Selasa, 25 Februari 2014
Aku Misalnya
Di bilik jendela,
seorang pria menyibak tirai sambut cahaya,
di dadanya, cinta perlahan mekar dengan sejuta warna.
Senyumnya tersungging manja,
pipinya pun merona,
menandakan Tuhan tlah menitipkan sebuah altar jiwa padanya.
Aku menyaksikannya lewat mata-mata,
sedang di dadaku riuh bertanya siapa,
adakah cinta mengetuk sebuah nama? Aku misalnya.
seorang pria menyibak tirai sambut cahaya,
di dadanya, cinta perlahan mekar dengan sejuta warna.
Senyumnya tersungging manja,
pipinya pun merona,
menandakan Tuhan tlah menitipkan sebuah altar jiwa padanya.
Aku menyaksikannya lewat mata-mata,
sedang di dadaku riuh bertanya siapa,
adakah cinta mengetuk sebuah nama? Aku misalnya.
Minggu, 19 Januari 2014
(Bukan) Gadis Remaja
Seorang gadis kehilangan kata, bak sekoci terdampar di tengah laut, atau diri tersesat dirimba hutan.
Ia ingin berteriak tapi lidah kelu menahan suaranya, dan airmata selalu saja mencaci kebisuannya.
Sedang di dalam kepalanya, katakata menyerupa gelombang yang meminta untuk segera diresonansikan.
Lewat pantulan cermin, ia bertanya pada dirinya sendiri, meraung-raung menyenandungkan "apa yang harus kulakukan?"
"Biar aku saja yang melakukan, tentunya di dunia cermin," kata pantulan dirinya secara tak terduga.
Ia tergelak, lalu melihat ke dalam cermin, tak ada siapapun selain patung dirinya, dan kebisuan kembali melanda.
Pola pikirnya menggerakkan satu langkah, ia melukai jari telunjuk kanannya hingga berdarah.
"Seorang gadis tak boleh kehilangan kata," begitu tulisnya. Lalu ia tersenyum bak seringai serigala.
Entah sudah berapa kali ia melakukan hal yang sama, seolah katakata tak
menyadarkan waktu yang dimakan usia, sebab ia (bukan) gadis remaja tanpa percaya.
Sabtu, 18 Januari 2014
Sebuah Masa Lalu
Ketika kau dihadapkan pada masa lalu,
apa pilihan yang pantas ada di
benakmu?
Mengingatnya sebagai luka atau pelajaran untuk masa depan?
Urusan jodoh memang telah digariskan Tuhan,
tapi seberapa mampu kita
menjemputnya,
seberapa kuat menahan godaan dari masa lalu itu...
Sungguh, masa lalu memang tetaplah masa lalu.
Tapi jika kita berhasil
melewati semua itu,
hidup bukan lagi masa lalu tapi kini dan nanti.
Setidaknya, itulah pelajaran yang dapat kuambil
dari membaca novel Cinta Tak Sempurna,
ketika sebuah masa lalu tidak mudah dimaafkan.
ketika sebuah masa lalu tidak mudah dimaafkan.
Dan kini, mari sejenak merenungi diri,
entah lewat puisi atau sepatah
kata yang coba menyemangati diri.
Sebab masa laluku juga harus kulalui.
Jumat, 03 Januari 2014
Getir!
![]() |
pic from favim.com |
Kau tau, rinduku begitu lekat.
Meski langit berganti cahaya, ia tetap menantimu dalam hati yang tertambat.
Memang, rindu tak bisa kutampik dari diri sendiri.
Sejatinya putri tidur, tetap bermimpi tuk satu temu walau kegelapan menyelimuti.
Ingin kuteriakkan pada awan pagi.
Barangkali rel ketakmungkinan akan berganti.
Hingga kelak, kata rinduku ini bukan upaya mengemis hati.
Bila sang bayu berbisik lembut padamu.
Dengarkanlah! Rasakanlah! Irama itu sudah pasti dariku.
Kadang ada sisi baikmu yang tergambar.
Meski setelahnya, kau pergi lagi tanpa kabar.
Haruskah aku yang selalu bersabar?
Aku tau, bahkan kita sama-sama tau,
kejadian tahun demi tahun yang lalu, masih saja meninggalkan luka di tiap rindu.
Pernah aku menyudahi, menghilangkan segala tentang emosi, mimpi, ilusi,
tersebab cinta yang tak pasti, tapi lagi-lagi, kau masih di hati.
Getir! Ah, andai saja kau tanam sedikit khawatir.
Rabu, 25 Desember 2013
Diorama Rindu
Memimpikanmu adalah diorama waktu,
di mana aku ingin menghentikannya dengan seketika.
Dan ketika pagi beranjak meninggalkan malam,
aku merasa tak perlu untuk bangun lagi.
Ialah rindu, menggebu di ujung mata yang abu,
tersebab hadirmu yang sementara waktu.
di mana aku ingin menghentikannya dengan seketika.
Dan ketika pagi beranjak meninggalkan malam,
aku merasa tak perlu untuk bangun lagi.
Ialah rindu, menggebu di ujung mata yang abu,
tersebab hadirmu yang sementara waktu.
Sabtu, 14 Desember 2013
Pesan Elegi
Sabtu pagiku tanpa pesanmu.
Mungkinkah kau meragu?
Sungguh, sekali pun kecuekan tertangkap olehmu,
dalam diamku masih memikirkanmu.
Sedang sisa-sisa gerimis di malam tadi,
biar saja mengantar Sabtu pagi.
Sebab aku tak mungkin memutar hari,
maka kutunggu kau tanpa basa basi.
Ini pesan penuh elegi, teruntuk kau yang jauh di sisi.
Cukuplah jarak yang kau bentang,
cukuplah juga kurasa gamang.
Aku tak mau kau menghilang,
apalagi berpikir malang.
Sabtu, 07 Desember 2013
Five Years to Remember
![]() |
pic from favim.com |
Tentu, masa lalu menjadi tolak ukur. Sebab kesemuan cinta di pertemuan perpisahan kita, terkadang tanpa tegur.
Aku ingin melumpuhkan ingatan tentang hari itu. Namun, pesan-pesanmu slalu berbicara padaku. Menautkan mimpi yang sempat terkubur pilu.
Aku bahagia mendengar bahagiamu kini. Tapi taukah engkau, mimpi yang kurajut sepertinya harus kukubur kembali.
Sebab aku yakin, kau tak mungkin miliki rasa seperti rasaku. Meski pesanmu menyiratkan hal yang sama sekali tak kupahami, tetap saja ragu.
Bolehkah kuteriakkan namamu? Biar dunia tau, lima tahun denganmu menciptakan ruang semu. Temu demi temu tak kunjung hadirkan rasa di hatimu.
Kini, aku tak sanggup mengais masa lalu lebih lama. Sebab kehadiranmu hanya antarkan hampa. Satu lagi, mendua hati tentu menyisakan lara.
Untukmu, gitar tak bertuanku. Tlah berulang kali kunadakan isi hatiku. Inginku bukan hanya sekadar teman biasa di lima tahun itu.
Jumat, 06 Desember 2013
Titian Bahasa Kalbu
Pagi silam, digantikan malam
dan aku mulai bicara pada alam
membasahkan dahaga yang kerontang
membahasakan isi hati dengan lantang
Tak ubahnya bintang di langit malam
aku mengerling manja menutup kelam
sembari berbisik lirih merapal baris doa
agar alam tahu, kerontangnya sebuah jiwa
Sejak sepeninggal pagi buta
aku hampir kehilangan arah
namun, kerlip bintang di langit sana
hadirkan sejuta harap tak kenal lelah
Hei, lihatlah!
sebuah bintang jatuh di pangkuanku
bersinar terangi malam yang ingin berlalu
barangkali Tuhan memahami dukacita hatiku
Hei, dengarlah!
bintang itu hendak bicara di telingaku
mengoarkan semangat baja haru membiru
barangkali alam mengerti titian bahasa kalbu
Sebab Tuhan memahami
dan alam telah mengerti
jadikanlah itu persepsi diri
dari segala impian di hati
Pontianak, 06 Desember 2013
~ Susi Retno Juwita ~
Kamis, 05 Desember 2013
Kota Khatulistiwa
“sungai Kapuas punye cerite bile kite minom aeknye,
biar pun pergi jauh kemane,
sunggoh susah nak ngelupakannye,
hei Kapuas…”
Sepagi ini, awan berarak di langit tanpa batas, serupa kebahagiaan tertanam di hati yang marak. Batik awan berarak pun membalut tubuhku, bercengkerama lewati hari dengan sejuk sapa sebuah jiwa. Lantas, kicau burung gereja menemani langkah kaki, ketika pagi menyibak dengan sinar khatulistiwa. Lihatlah, betapa larik-larik itu begitu indah! Meski tak terdengar kicau enggang gading, sebuah maskot pilihan kota tercinta dan bersinar ini. Sebuah lambang budaya yang dilindungi undang-undang. Sebuah simbol “Alam Atas” yang bersifat maskulin. Para bujang dara mulai mengepakkan sayapnya serupa enggang gading. Percaya bahwa mimpi ada di mana-mana, tak terkecuali di sini. Di kota tercinta dan bersinar ini, di kota khatulistiwa ini. Di aliran sungai Kapuas yang begitu panjang membelah kota. Meski riak airnya tak seperti di riak air yang mencium bibir pantai.
“sungai Kapuas punye cerite bile kite minom aeknye,
biar pun pergi jauh kemane,
sunggoh susah nak ngelupakannye,
hei Kapuas…”
Sesiang ini, angin mengantarkan aroma kopi. Kopi hitam dan pekat yang menggoda selera. Sebutlah kopi pancong, murah meriah untuk para bujang dara. Meskipun begitu menjadi tak apa bagi mereka, sebab mereka selalu sambut dengan sukacita. Seperti menari kebahagiaan kala susah melanda. Mereka pun tepiskan lara hingga hanya ampas yang tersisa. Ketika perut memekik kelaparan, kue Bingke menjadi sebuah andalan. Kelopaknya begitu indah serupa bunga mawar. Rasanya pun begitu manis dengan berbagai varian. Tak mau ketinggalan, pengkang di daerah Segedong. Makanan laut bertabur nikmat di lidah para bujang dara dan pelancong.
Terik matahari khatulistiwa dan banjir keringat di raga, tak surutkan tekad di hati para bujang dara. Ibarat menarikan Ngaon Motoon di Taman Budaya atau pelataran Museum. Tarian Melayu penuh isyarat hati yang menjaga hijau sebuah sawah. Pertanda kehidupan sederhana namun sirat kebahagiaan. Sebab kota khatulistiwa tak memandang asal para pelancong. Semua suku boleh menetap; Melayu, Dayak, Cina, Jawa, Madura, Bugis, Banjar. Semua bebas memilih daerah; Singkawang, Mempawah, Sekadau, Sambas, Sintang, Kapuas Hulu, Ketapang. Semua bisa berwisata nusantara; Tugu Khatulistiwa, Tugu Digulis, Pantai Pasir Panjang, Pantai Kura-kura, Taman Bougenville, Danau Sentarum.
“sungai Kapuas punye cerite bile kite minom aeknye,
biar pun pergi jauh kemane,
sunggoh susah nak ngelupakannye,
hei Kapuas…”
Sesenja ini, jingga begitu indah dipandang mata, disaksikan lewat jembatan Kapuas atau Taman Alun-alun Kapuas. Berbagai kendaraan lalu lalang di jembatan Kapuas. Berbagai suku pun lalu lalang di Taman Alun-alun Kapuas. Bercanda ria memainkan layang-layang hias, menambah corak warna di langit tanpa batas. Lalu syair Melayu mengalun di bibir para bujang dara. Berbalas pantun juga dimainkan. Senandung air Kapuas kian terdengar riuh di dada. Sematkan banyak cerita bila benar-benar meminum airnya. Adapun sawah yang dulu serupa hutan kini telah menjadi kota. Sebutlah Pontianak, kota khatulistiwa yang bersinar sepanjang masa. Terletak tepat di garis khatulistiwa, garis lintang nol derajat bumi. Tertanda pada sebuah tempat; Tugu Khatulistiwa.
Seribu tanda di sepanjang jalan memendam sebuah tanya. Entah itu di Tugu Khatulistiwa, jembatan Kapuas, Taman Alun-alun Kapuas, rumah adat Melayu, gapura, atau umbul-umbul. Ialah simbol “Alam Atas” yang merupakan alam kedewataan. Diwujudkan dalam bentuk ukiran pada Budaya Dayak. Sedang pada Budaya Banjar, tak diwujudkan sebab terdapat larangan membuat ukiran makhluk bernyawa. Ialah enggang gading, mencapit bunga tengkawang tungkul berpadu motif Dayak pada bulunya. Menjadi warna warni yang khas di kota khatulistiwa.
“sungai Kapuas punye cerite bile kite minom aeknye,
biar pun pergi jauh kemane,
sunggoh susah nak ngelupakannye,
hei Kapuas…”
Pontianak, 13 Oktober 2013
~ Susi Retno Juwita ~ TN ~
Selasa, 12 November 2013
Cuplikan Puisi Penyair Ternama
![]() |
pict from favim.com |
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala ~~~♥ Taufiq Ismail
Bagaimana harus kuucapkan
pengakuan ini:
Aku jatuh cinta
berulang kali pada matamu ... ~~~♥ Cecep Syamsul Hari
Tangisan ini kupersembahkan sebagai kurban
untuk merangkai tangga ke istanamu ... ~~~♥ Moh. Wan Anwar
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu,
penuhi dadaku dengan cahayamu,
biar bersinar mataku sendu,
biar berbinar gelakku rayu! ~~~♥ Amir Hamzah
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
...
Tuhanku
Di pintumu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling ~~~♥ Chairil Anwar
Selasa, 29 Oktober 2013
Selingkuh
![]() |
pict from favim.com |
Azan berkumandang, maaf bila #selingkuh menjadi andalan, sebab sudah waktunya kita merapal doa pada Tuhan.
Ialah #selingkuh tak terhitung waktu; hati. Pada segala yang ada di bumi.
Jangan berjanji setia, kasih. Bila di belakang kau #selingkuh . Sebab itu tak obati perih. Apalagi dada yang gemuruh.
Pada mendung langit tua, kutunggu maafmu--janji tuk setia, tiada lagi #selingkuh .
Perpisahan; salah satu hal yang tak kuinginkan dari #selingkuh yang kau terapkan. Cinta terlalu buta akan perasaan.
Puisi; #selingkuh kata paling indah sejak kau tak menghiraukan gadis itu lagi.
Seberapa pun kau ucap mantra cinta, sekali #selingkuh tetap selingkuh, tak bermakna, hanya menambah rusuh.
Minggu, 13 Oktober 2013
Sayap
Aku bukan kupukupumu. Apalagi juwitamu. Biarkan saja aku terbang bersama sayap yang tak lagi marak.
Berdiri tak sama rata. Lalu rangkul aku dengan sayapmu agar kita seimbang dan seiya sekata.
Hei, kupukupu. Kau begitu elok dengan sayap warna warnimu. Mencerahkan hariku seketika waktu.
Juwita menebar sayap malamnya. Mencari mangsa. Bertemu nelangsa.
Kasih, dekap aku dalam hangatnya sayapmu. Lalu terbangkanku ke nirwana cinta.
Kasih, jangan patahkan sayap hatiku. Sebab merekatkannya kembali takkan berbentuk utuh seperti semula.
Kata Tuhan, sayapsayap doa mampu meretaskan mimpi kita. Lalu kuejakan segala kata kepadaNya.
Meskipun aku bukan bidadari, sayapku tetap saja patah. Berkeluh kepada entah.
Tubuh puisi, terbang jauh dalam kepak sayap, tak lagi hinggap sebab begitu nyeri.
Jumat, 11 Oktober 2013
Bait 7 Kata
Aku hitam, kau putih. Kita takkan bersatu.
Aku ialah noktah, terlahir dari kelam puisimu.
Malam larut, sedang aku berpuisi ria untukmu
Pergilah sejauh mungkin, dadaku nyeri memendam luka.
Rinduku bukan rindumu. Cintaku pun bukan cintamu.
Senyummu serupa bulan sabit, tak tergantikan apapun.
Tahukah engkau. Batinku memekik kerinduan sepeninggal jejakmu.
Tuliskanku sebuah puisi, sebab separuh jiwaku bersamamu.
Periuk Kekata
![]() |
pict from favim.com |
Apa kabar hati? Masihkah terpendam dalam
Bersama denting waktu, kita senantiasa bersama, hingga
Ibu, kau serupa
Kusimpan ego perasaanku dalam
Kelak, saat dewasa telah matang, kubuka
Sesenja ini, jingga tak tampak, jejakku pun terhapus deras hujan, lalu kutitipkan saja dalam
Langganan:
Postingan (Atom)