Jumat, 19 Juli 2013

Mimpi Nay


pict from here

Pesta ulang tahun Nay yang ketujuh baru saja berakhir. Mama menghampiri Nay dengan senang hati dan penuh doa di kamarnya.
“Sayang, kamu cantik sekali hari ini,” ucap Mama Nay sambil mengelus lembut rambut Nay.
“Makasih, Ma. Nay senang sekali, teman-teman juga bilang begitu.”
“Ohya? Mama turut senang, Sayang.”
“Tante Nina juga ikut senang ya, Nay,” kata Tante Nina dari luar kamar, yang  dibalas Nay dengan seulas senyum manisnya.
“Mama benar, baju ini pas sekali untuk pesta Nay. Warnanya pasti indah seperti pelangi,” ujar Nay berbinar-binar.
“Iya, Sayang … karena kamu memang seperti pelangi di mata Mama.”
“Mama juga seperti pelangi di mata Nay.” Nay memeluk Mamanya erat.
..::..
Pukul 20.00 WIB, Nay masih duduk di ruang tamu menanti kehadiran seseorang yang belum mengucapkan selamat padanya. Berharap mimpi-mimpinya menjadi nayata di hari ulang tahunnya.
Pintu depan perlahan terbuka, semilir angin masuk menusuk tubuh Nay, tapi Nay tak peduli. Ia berdiri dan menemui seseorang itu. Seseorang yang telah dikenalnya melalui suara tapak kakinya.
“Papa, kenapa baru pulang sekarang?” tanya Nay penuh harap pada Papanya.
“Papa sibuk, banyak kerjaan di kantor.”
“Sini Nay bawain tasnya,” usul Nay meminta simpati.
“Nggak usah, biar Papa aja.” Papa beranjak menuju kamar, Nay berusaha mencegahnya.
“Ohya, baju Nay bagus kan, Pa … seperti pelangi.”
Papa menoleh, lalu menggeleng, “pelangi? Mana mungkin, Nay.”
“Mama yang bilang, Mama yang …,” omongan Nay terputus ketika mendengar Papa mulai emosi, membanting tas kerjanya.
Mama dan Tante Nina terkejut mendengar suara ribut-ribut, lalu keluar dari kamar masing-masing, menuju ruang tamu.
“Mas, ada apa sih kok ribut-ribut?” tanya Tante Nina, adiknya Papa.
“Tante, Papa bilang baju ini warnanya bukan seperti pelangi, apa benar?”
Tante Nina tak sanggup menjawab pertanyaan Nay, begitu juga Mama. Tapi Papa tak mau tinggal diam.
“Itu benar, Nay. Meskipun semua orang bisa melihat kamu cantik dengan baju itu, tapi warnanya bukan pelangi. Seperti yang kamu lihat dengan mata hitammu.” Papa bicara dengan nada kesal.
“Pa, hentikan! Ini hari bahagia Nay.” Mama membela lalu menghambur berusaha menghampiri Nay.
Nay terisak dalam pelukan Mamanya. Meski hatinya tak henti merapalkan doa dan mimpi di hari bahagianya. Mimpinya cuma mimpi sederhana bagi seorang anak kecil seusianya. Mimpinya cuma ingin bahagia di dekat kedua orangtuanya. Tapi cuma Mama yang bisa memberikan kebahagiaan itu, mewujudkan mimpi itu. Sementara Papa, ia selalu saja bersikap acuh tak acuh.
Dalam isaknya yang entah kesekian, Nay tetap bermimpi bahwa suatu saat Papa pasti bisa menerima kehadirannya yang tak sempurna. Seperti dulu, saat Mama menceritakan betapa bahagianya Papa saat Nay dilahirkan ke dunia ini. Seperti kata Mama, “mimpilah sebanyak yang kamu mau selagi kamu masih bisa bermimpi. Mimpilah seperti hujan yang menunggu pelangi di ujung senja, kelak akan kamu temukan warnanya. Membuat mimpimu menjadi nyata.”
#IWriteToInspire for #14DaysofInspiration ~ Dream (Mimpi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No comment - No cry
Meskipun komenmu sangat kuhargai disini :')

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...