Rabu, 10 Juli 2013

Semua Karena Alin


pict from favim.com @here
“Lin, aku takut,” ucapku sore itu.
“Takut kenapa, Via? Bawa santai aja.”
“Tapi kamu tahu kan gimana killernya Bu Mega?”
“Iya, Alin tahu. Tapi kamu juga harus tahu sesuatu.”
“Sesuatu itu apa, Lin?”
“Kamu harus percaya dengan dirimu. Buktikan kalo kamu bisa dan bertanggung jawab dengan skripsimu.”
“Aku bertanggung jawab kok. Aku cuma takut kalo aku nggak bisa jawab besok. Belum lagi, aku cuma sendiri menghadapi empat dosen.”
“Via, namanya juga sidang. Tapi bener loh, kamu harus percaya dengan dirimu. Kamu kan udah menguasai semua materinya.”
“Oke, aku percaya. Tapi…,” kugantungkan kalimatku karena rasanya mempercayai diri sendiri seperti antara ada dan tiada.
“Ah, Via! Jangan banyak tapi-tapian. Pokoknya percaya dengan dirimu, hatimu, keteguhanmu, dan apapun yang membuatmu lebih bersinar!” koar Alin tanpa jeda.
Aku tak mampu berkata lagi, Alin memang paling bisa. Ia tak pernah menyerah di balik mata gelapnya, selalu saja bisa bangkit dari keterpurukan. Sementara aku yang sempurna ini masih saja mencari-cari alasan, berbicara ‘tapi’ yang tak ada gunanya.
Baiklah, akan kuhadapi hari besok dengan rasa percaya diri. Batinku.
***
“Via, selamat ya! Kamu hebat!” ujar Indri, teman akrabku di kampus.
“Hebat dari mana, Ndri?”
“Tadi aku dari ruang dosen, Bu Mega memujimu di depan dosen lain. Bu Mega yang killer itu bisa kamu kalahkan dalam satu jam lebih. Hebat!”
“Ini semua karena Alin, Ndri.”
“Alin?” tanya Indri sembari mengingat-ingat sesuatu, “Alin, sahabat kecilmu?”
“Iya, Alin yang sering aku ceritain ke kamu, Ndri. Aku jadi nggak sabar pengen cerita ke dia.”
“Aku ikut ya, Via. Aku pengen kenalan.”
“Oke! Siap meluncur….”
Lantas, kami berdua segera berangkat ke rumah Alin. Tak perlu waktu lama, lima belas menit kemudian kami sampai. Kulihat Alin sedang duduk menikmati aroma mawar-mawar putih yang kuhadiahkan untuknya di hari ulang tahunnya dulu. Aku langsung menghampirinya dan memeluknya erat.
“Via, kamu kenapa?” tanya Alin yang langsung mengenaliku.
“Aku senang, Lin! Aku udah resmi jadi sarjana sekarang. Ini semua karena kamu.”
“Nggak, Via. Ini karena dirimu sendiri. Kamu percaya dengan dirimu, dan kamu bisa buktikan itu.”
“Alin benar. Aku jadi ingat tulisannya Donny Dhirgantoro di novel 5 sentimeter. Katanya, biarkan keyakinan kamu menggantung mengambang 5 sentimeter di depan kening kamu dan sehabis itu yang perlu kamu lakukan hanya… Kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang lebih sering menatap ke atas, lapisan tekad  yang seribu kali lebih keras dari baja, hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, dan mulut yang akan selalu berdoa.
“Widiiih… bacaanmu, Ndri.”
“Eh, tapi bener loh apa kata temanmu, Via. Alin boleh pinjam bukunya, nggak?”
“Boleh. Boleh banget! Asalkan Via mau bacain tuh buku buatmu, Lin.”
“Alin percaya kalo Via pasti mau. Iya, kan?”
Aku tak menjawab langsung tapi anggukan kecilku mampu menjelaskan jawabannya. Dan, Alin pasti tahu karena kami telah bersahabat sejak kecil. Aku tak mungkin menolak permintaan Alin.

#IWriteToInspire for #14DaysofInspiration ~ Trust (Percaya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No comment - No cry
Meskipun komenmu sangat kuhargai disini :')

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...