pict from here |
Tut tut tut
Aku selalu
memanggilmu seperti itu
Kala kau lewat
dengan sepatu bututmu
Tut tut tut
Aku sangsi bahwa
kau tahu akan artinya itu
Karena kau tetap
diam dan tak menoleh padaku
Tut tut tut
Aku takut
kalau kau adalah hantu
Yang tercipta
dari bayang-bayang ilusiku
Tut tut tut
Entah harus
bagaimana caraku memanggilmu
Kau hanya
tersenyum sedikit kala melihat diriku
Tut tut tut
Mungkinkah Astuti
itu adalah namamu
Kurasa entah,
aku masih meragu tentangmu
Tut tut tut
Kau lewat lagi
dengan sepatu bututmu
Menghampiriku hingga
membuatku malu
Tut tut tut
Kemudian
tersenyum tanpa bicara padaku
Dari jauh,
seseorang sepertinya memanggilmu
Tut tut tut
Aku berinisiatif
untuk memberitahumu
Tapi kau tak
mengerti karena rungumu
Tut tut tut
Kau malah
menunjukkan sepatu bututmu
Bukan, bukan
itu yang kumau tapi hanya kau
Asnawi membaca puisi itu berulang kali hingga matanya terasa lelah. Tanpa diketahuinya, ada setetes dua tetes air yang enggan dialirkannya di kedua pipinya. Malam yang semakin larut menambah kalut perasaannya saja. Entah ia harus mengadu kepada siapa. Di bawah kaki ranjangnya masih teronggok sebuah kotak persegi berwarna merah hati. Ia bangkit dari posisi telentangnya, duduk, dan mengambil kotak itu.
Perlahan, diusapnya airmata yang akan tumpah. Lalu membuka kotak itu, “Astuti,
mengapa sepatu butut ini yang kau tinggalkan padaku? Aku rindu memanggilmu
dengan sebutan ‘tut tut tut’ itu. Dengarkah kau disana? Seminggu tanpamu terasa
seperti sewindu.”
..::.. words: 226 ..::..
ini puisi?
BalasHapusIya. Kayanya puisi.. :)
HapusIya Mbak, memang campuran puisi dg FF. Maaf klo sebelumnya hanya tertinggal puisinya aja, terjadi human error. :(
HapusSaya suka puisinya mbak. :D
BalasHapusTerima kasih :)
Hapusiya memang, puisinya unik :)
Hapus:)
HapusTut ... Tut... Numpang lewat! Puisinya bagus sih! Oo... Asnawi! ;-)
BalasHapusSilahkan Mas... :)
HapusDuh...aku malah teringat guru matematika saat SMU yg bernama Asnawi *komen OOT* hihihihi
BalasHapus