Selasa, 18 Juni 2013

[BeraniCerita #16] Dua Juta Rupiah


Selalu saja seperti ini. Dua sisi hati yang berselisih. Juga bulir-bulir airmata di kedua pipi. Oh Tuhan, ada apa dengan sisi hati ini? Di satu sisi, aku hanya manusia lemah yang mudah tersentuh oleh kisah-kisah sedih dan kata-kata peluruh hati. Di sisi lain, aku mungkin egois jika cuma mementingkan diriku sendiri. Tak mengerti akan keadaannya yang mungkin lebih parah dariku saat ini.
Aku tahu, apa-apa dalam dunia ini memang perlu dan butuh akan namanya uang. Aku tahu itu! Aku cukup beruntung karena bisa menikmati sedikit banyak uang dari kedua orang tuaku yang bekerja secara tetap. Sementara bang Darma -belahan jiwaku- mungkin bisa dihitung dengan jari saat-saat bahagia menikmati uang dari jerih payah keringatnya sendiri.
Kalau dipikir-pikir, kehidupan ini sungguh tak adil. Lalu salahkah bila kemudian menyalahkan keadaan, Tuhan? Astaghfirullah… apa yang kupikirkan. Maafkan aku, Tuhan. Permintan bang Darma terus saja terngiang di telingaku. Aku tahu ia sedang gundah gulana saat ini. Suaranya terdengar berat, seberat beban hidup yang dipikulnya. Permintaan bang Darma benar-benar menyudutkanku.
“Lan, tolonglah. Harus kemana lagi aku minta tolong selain sama kamu.”
“Emang keluarga abang nggak ada yang bisa bantu kah?”
“Nggak ada, Lan.”
“Wulan bingung. Seumur-umur nggak pernah minjamkan uang sebanyak itu, bang.”
“Iya, aku tahu. Tapi tolonglah, aku nggak tahu mau pinjam dengan siapa lagi.”
“Duh… gimana ya? Uang Wulan sih ada di tabungan, tapi beneran kan nanti abang bakal ganti uang Wulan?”
“Bener. Nanti aku ganti, ya… kalau dapat rejeki yang banyak.”
“Ya udah deh.”
..::..
Hari ini, tepat sebulan setelah bang Darma melunaskan kredit motornya dengan pinjaman uang dariku. Entah ada angin apa, ia mengajakku jalan-jalan sore menyusuri Pantai Batu Payung yang terletak di sekitar kota Singkawang, Kalimantan Barat. Tepat tiga jam kemudian, kami sampai di Pantai itu. Lalu menjejakkan kaki kami tanpa alas ke pasir-pasir putih yang bertaburan.
Bang Darma kemudian mengajakku duduk di salah satu sudut pantai. Menikmati semilir angin yang menampar kedua wajah kami. Semenit. Dua menit. Lima belas menit. Tanpa kusadari, aku mendengar suara tamparan dari arah sebelah kananku. Plak! Aku menoleh, kudapati seorang gadis di dekat bang Darma. Wajahnya cantik.
“Darma, kamu tega ya sama aku. Kamu lupa ya dengan semua janji kamu. Dia siapa, Darma? Kok kalian bisa disini juga?” cerocos gadis itu sembari menunjukku.
Bang Darma diam, enggan menjawab pertanyaan gadis yang menamparnya itu.
“Bang, kok diam? Wulan nggak ngerti, apa maksudnya semua ini?”
Bang Darma tetap diam, tak berani mengakui. Pandangannya lurus saja menatap ombak yang mencium bibir pantai.
“Jadi… nama kamu Wulan ya. Aku Dian, pacarnya Darma. Dua minggu yang lalu Darma baru aja membelikanku cincin tunangan. Cantik, kan?”
Dian memamerkan jari kiri manisnya, cincin emas itu memang cantik. Harganya pasti sebanding dengan uang yang dipinjam bang Darma, yakni dua juta rupiah. Dua juta rupiah yang memang kusimpan sebagai sisa tabungan terakhirku dari kedua orang tuaku. Dua juta rupiah juga yang sekarang menjadi sisa hari terakhirku bersama bang Darma.
..::.. words: 475 ..::..

12 komentar:

  1. Darmanya minta disunat sampe habis banget, ya :')

    BalasHapus
  2. Waw! Emosinya dpt! Keren, nih! Tinggal tunggu Mimin, masuk gak di quote-nya... Hehehe, lanjut Sus! ;-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks Mas Eksak, masih perlu belajar lebih banyak lagi nih. :)

      Hapus
  3. Lah, jadi uang pinjamannya buat lunasin motor apa beli cincin?? *confused* :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Uangnya buat beli cincin. Darma itu penipu, akal-akalan dia aja pinjam duit buat bayar motor. :/

      Hapus
  4. hedehhh...beneran kudu disunat smp abis tuh cowok *esmosi* hehehe

    BalasHapus

No comment - No cry
Meskipun komenmu sangat kuhargai disini :')

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...