Kamis, 21 April 2011

Citra dalam Cintanya

Pagi yang cerah cemerlang, Citra terbangun dengan satu senyuman. Kicau burung pun menyapa pagi Citra yang indah ini, dan lambaian pohon mengiringi desau angin. Citra mengucap syukur atas kehidupan di hari ini, dapat membuka kedua matanya, mendengarkan kicauan burung, merasakan hangatnya desau angin, dan menggerakkan seluruh anggota badannya. Tak terlebih dengan helaan nafas dan detak jantungnya, yang sedari tadi menyertai lubuk hatinya. Emosi jiwanya pun seakan redam bersama semua keindahan hidup ini. ”Terima kasih.” ujarnya.

Citra bergerak membuka pintu kamarnya, lalu Citra teringat bahwa malam ini adalah kencan pertama yang akan dialaminya dengan kekasih hati. ”Wah, pakai baju apa ya malam ini? Citra harus tampil cantik nih, hehehe...” Citra menggerakkan tubuhnya ke arah cermin.

“Duh, adik Abang udah mulai dewasa nih.” olok Bang Candra, abang Citra yang menatapnya di balik pintu kamar Citra yang tak terkunci.

“Abang…bisa aja!” Citra tersipu-sipu.

“Iya donk, pokoknya kalau kencan pertama berhasil, jangan lupa makan-makan buat abangmu.”

”Mmm...maunya!” cibir Citra.

”Ya iyalah. Bagi-bagi juga pengalaman cinta dan kencan pertama, hehehe…”

“Makanya, Abang tuh jangan terlalu sibuk mulu.” komentar Citra.

“Iya, adikku sayang…Abang sibuk gini kan juga buat kamu, buat Mama dan Papa juga. Tul kagak?”

Citra hanya tersenyum mendengar ucapan Bang Candra. Lalu bergerak menuju pintu kamarnya, memberi isyarat kalau Abangnya harus segera lari dari situ, karena Citra mau bersiap-siap tuk berangkat ke sekolah.

* * *

“Senang banget deh lihat senyum kamu, Ra. Nggak seperti biasanya gitu, lho.” sapa Amel, teman sebangku Citra di kelasnya, sebelum bel tanda masuk berbunyi.

”Iya donk. Tebak ada apa, hayooo?” balas Citra.

“Mmm…kayaknya Amel tahu deh.” Amel menerka-nerka, dan dia mendapat jawaban saat sesosok pria mendekat ke arah mereka. “Karena ada…Yongki, kan…?” jawab Amel dengan nada sok tahu, padahal pura-pura tahu.

Yongki yang mendengar namanya disebut langsung bergegas ikut campur, ”Hayo, pada ngomongin apa nih? Kok pakai nyebut-nyebut nama aku sih.”

Citra terkejut, ia memalingkan wajahnya ke belakang dan mendapati sosok kekasih hatinya. Citra lalu membetulkan duduknya seraya berkata, “Ng…nggak kok, cuma main tebak-tebakan aja.”

“Oh...kirain! Ntar malam kita jadi pergi, kan? Citra bisa, kan? Ntar mau di jemput jam berapa?” berondong Yongki.

“Satu-satu donk nanyanya, Citra bingung nih mau jawab yang mana.”

“Duh, Citra, yang baru pertama nih, grogi ya kalau ada Amel disini. Kalau gitu, Amel pindah ke seberang dulu aja, ya. Yongki duduk sini aja, temenin Citra gitu.”

“Oke deh, makasih ya, Mel, buat tawarannya. Aku pasti temenin Citra, tenang aja, mumpung belum masuk kelas, hehehe...” canda Yongki.

“Mm…ya! Selamat mengobrol, hehehe…” balas Amel.

“Mel, makasih ya!” ucap Citra malu.

“Iya…udah donk, jangan grogi, nyantai aja, Ra. Yongki udah pasti temenin kamu tuh. Temenin dia juga, ya.” jawab Amel sambil berlalu.

* * *

Citra duduk manis di teras depan rumahnya. Bersiap-siap untuk berangkat nonton bioskop dengan kekasih hati, Yongki. Ia memakai make-up tipis seadanya, lipsgloss, mengenakan celana jeans, kaos oblong putih bergambar hati, tas mungil berbentuk hati, dan slope putih. Ia ingin tampil menarik hati dan benar-benar menandakan kalau ia lagi bertabur rona cinta.

“Teet..teet..” suara klakson Satria R berwarna merah menghamburkan lamunan Citra. Ternyata, Yongki telah datang menjemputnya, tepat pukul 18.30 malam. Masih ada setengah jam untuk perjalanan menuju mall dan keliling mall sebelum teater bioskop dibuka.

“Eh, Yongki…” tegur Citra yang kagetnya barusan reda.

“Iya nih, kok dari tadi Citra bengong aja disitu. Aku klaksonin lho.”

“Mm, maaf, Ki. Citra lagi mikirin kamu.”

“Duh, aku jadi malu. Makasih ya udah mikirin aku.”

”Kembali kasih, Ki.”

”Yuk, kita berangkat sekarang, kayaknya Citra udah dari tadi nungguin. Ohya, Mama, Papa, dan Bang Candra pada kemana, Ra?”

”Oh...mereka pada keluar rumah semua. Makanya Citra tunggu Yongki di teras gini. Kenapa memangnya?”

”Ng..mau pamit aja karena bawa anak orang, hehehe...”

”Ih, bisa aja deh, hehehe...”

”Iya donk, kan biar Citra senang. Malam ini Citra manis deh! Yongki jadi tambah gemes dan gregetan.” rayu Yongki.

“Hm..mulai ngerayu. Kapan nih selesainya, katanya tadi mau pergi.”

”Eh, iya..iya...yuk lah kita pergi, pegangan ya!” ajak Yongki.

* * *

Pintu teater 3 telah terbuka, walaupun telat 5 menit tapi film belum diputar. Jadi, Citra dan Yongki nggak terlalu meributkan keterlambatan mereka dan film yang akan ditontonnya. Malam ini mereka menonton film Twilight, film yang kesannya romantis dan nyaris melanglang hati, bergidik ngeri dan tegang.

Seusai menonton film, Citra dan Yongki mencari tempat makan di dekat mall. Tentunya yang tidak terlalu mahal dan tidak terlalu murah, ya...sesuai dengan kantong anak sekolahan. Mereka larut dalam film Twilight yang barusan. Bedanya, di tempat makan, mereka duduk bersama sambil memandang cahaya bulan yang bulat dan kerlap-kerlip bintang di langit. Duh aduh...

”Ki, Citra senang banget malam ini. Makasih ya!” ujar Citra memecah kesunyian akan kesan film itu.

”Iya, sayang...”

”Apa, Ki...? Citra nggak dengar nih...” Citra berusaha menajamkan indra pendengarannya, kalau-kalau yang tadi didengarnya bukan kata sayang.

”Iya, sayang...kenapa, heran ya kalau aku bilang gitu ke Citra?”

”Nggak kok, Citra malah senang.”

“Aku juga senang kalau lihat Citra senang.”

Mereka makan dengan santai, menikmati sesuap demi sesuap makanan yang masuk ke dalam organ pencernaannya. Bulan yang bulat semakin terang benderang, dan kerlap-kerlip bintang melantunkan satu kisah asmara antara mereka.

Seusai makan, Citra tersenyum manis ke arah Yongki yang berada di dekatnya. Kemudian, mengeluarkan secarik lembaran biru dari diary yang dikoyaknya sebelum ia menunggu kedatangan Yongki. ”Nih, ada satu sajak buat Yongki, moga senang bacanya.” ulur Citra ke tangan Yongki.

Yongki meraih tangan Citra, mengambil secarik lembaran biru itu. Mulai membacanya dengan perlahan dan penuh penghayatan.

Hari ini...
Aku berjumpa dengan dirinya
Tuk merajut satu cerita
Senyumnya menghiasi langkah kaki
Mengharu biru dalam hati
Aku bahagia berada di dekatnya
Walau cerita hanya satu nada
Cerita ini baru berlangsung sekali
Indah cerita mungkin di lain hari
Tak apa...

Setelah membaca, ia melipat lembaran biru itu menjadi origami berbentuk burung merpati. Yongki menarik tangan Citra, menggenggamnya sebentar lalu meletakkan origami tersebut di telapak tangan Citra.

”Ini aku kembalikan. Citra aja yang simpan, ya. Makasih atas sajaknya, itu bagus sekali. Kapan-kapan buatin lagi ya, tentang kita!”

”Tapi...kok dijadiin burung merpati sih? Maksudnya apa?”

”Biar nanti burungnya menemukan pasangannya yang tepat, dan semoga saja itu aku, hehehe...”

”Kok gitu sih...”

”Kan aku yang buatnya, Ra. Nggak apa-apa, kan? Citra simpan ya!”

“Iya…tapi kan yang buat sajaknya itu…Citra”

Yongki diam saja, meraih tangan Citra lagi dan menggenggamnya erat. Seakan romansa malam ini belum berakhir. Citra pun terhanyut dan membalas genggaman tangan Yongki, merasakan sesuatu mengalir dalam dadanya, yang belum pernah dirasakan sebelumnya, cinta.

* * *

Satria R itu berhenti tepat di depan rumah Citra, pemiliknya menurunkan standar dan bergerak perlahan mematikan mesin. Seolah mengerti, Citra turun dan berdiri di dekat pagar rumahnya. Memastikan keadaan rumahnya yang tak lagi sepi sambil celingak-celinguk ke arah belakang. Lalu, berpaling ke arah Yongki yang masih duduk di atas satria R kesayangannya.

”Hm...udah malam ya, baru kali ini Citra pulang jam segini. Yongki, gimana?” ucap Citra menghilangkan sedikit kekakuan saat perjalanan pulang.

”Udah sekali dua kali pulang malam, tapi nggak sampai larut malam kok. Citra tenang aja, ya!”

”Oke deh, ya udah, Citra masuk duluan. Yongki langsung pulang ya, jangan kemana-mana lagi.”

”Iya, sayang!”

”Sekali lagi, makasih untuk malam ini...sayangku!”

Yongki tersenyum mendengar kata sayang yang ditunggunya sedari tadi dari bibir Citra. Dan kini, ia menangkap sinyal cinta di antara mereka. Yongki pun menghidupkan mesin dan menderu untuk pulang ke rumahnya. Dengan satu senyuman untuk menghantar tidur malam Citra.

Sementara itu, di lantai atas, di kamar, Citra bernyanyi riang atas kencan pertamanya yang berjalan lancar. Senyumnya mengembang, pipinya bersemu akan rona cinta, dan senyum Yongki benar-benar menemani tidurnya di malam ini. Indah dan takkan terganti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No comment - No cry
Meskipun komenmu sangat kuhargai disini :')

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...