Sabtu, 29 Juni 2013

Aku Terlalu Baik Untuknya




Sejujurnya aku tak ingin mengingat-ingat lagi, apalagi sampai mengenang sosok itu. Sakit rasanya, perih, dan aku bisa menangis semalam karenanya. Tapi entah kenapa, malam ini aku mengingatnya saat aku membuka album fotoku. Dan juga segelintir barang kenangan tentang aku dan dia.
Tak banyak barang yang ada di dalam kardus cinta lamaku. Yang banyak jelas saja kenangan bersamanya. Waktu-waktu yang berlalu bagai dihempas angin. Saat bisa berbagi cerita, canda tawa, juga derai airmata yang tak terhitung lagi. Tapi itu dulu, jauh sebelum aku merasa kehilangan dirinya.
***
Bade, malam ini temenin Si nonton yuk. Sekalian ngerayain ulang tahun Si.
Boleh, jam berapa?
Jam tujuh aja, Bade jemput ya. Abis itu kita fotobox bareng.”
“Oke.”
Beberapa lembar foto bersamanya tercetak nyata. Juga tiket nonton ‘Laskar Pelangi’ yang masih kusimpan, dan tiket-tiket lainnya di kemudian hari.
***
“Bade, hari ini temenin belajar di rumah ya. Abis itu kita ke Agro Khatulistiwa.”
“Siap, bentar lagi Bade ke rumah Si.”
Entah berapa banyak waktu yang kuhabiskan untuk belajar bersamanya. Semester 3, 4, 5, 6, 7, juga 8.
***
“Bade, lagi sibuk nggak? Kalo nggak, temenin Si karaoke yuk.”
“Nggak kok, untuk Si … Bade nggak pernah sibuk, tenang aja.”
Akhirnya, kami bernyanyi berdua di Mall. Suaranya memang terdengar merdu, apalagi jika dia bermain gitar di rumahku. Tapi sayang beribu sayang, gitar itu sudah tak ada lagi. Sudah dijual adikku.
***
“Bade, bosen nih di rumah. Jjs yuk!”
“Boleh, tapi Si yang jemput ya. Bade tunggu di depan Asrama.”
Dan jadilah, aku pergi menjemput dia. Jaraknya cukup jauh, tapi demi rasa ini … entah mengapa, aku rela menghampirinya. Aku begitu menikmati momen-momen kebersamaan itu. Dan anehnya lagi, aku berharap bahwa dia juga merasakan yang sama denganku.
***
“Bade, boleh minta tanda tangannya nggak disini?” pintaku seraya menyodorkan buku harian dan pena kesayanganku.
“Boleh, di tangan Si juga boleh kok. Dimana aja boleh, hehehe ….”
Lantas, buku harianku tertera tanda tangan dan namanya. Buku harian yang selalu berkisah tentangnya, juga bait-bait puisi cinta untuknya. Kadang-kadang, aku tak malu mengirim bait-bait puisi itu kepadanya. Kadang pula, dia membalas canda untuk menjadikan bait itu sebuah lagu. Tapi tak kunjung jadi hingga sekarang.
***
Bade, itu panggilan kesayangannya. Ia dekat denganku, dekat juga dengan Mama. Tapi satu kejadian tak bisa kuterima, saat dia menyatakan dengan jelas bahwa 'aku terlalu baik untuknya'. Aku memang baik padanya karena aku sayang, dan mungkin rasa sayangku lebih dari sekedar sahabat. Itu jelas, terlihat dari berbagai permintaanku padanya. Minta temenin nonton bioskop, temenin karaoke, temenin jalan-jalan, dan lainnya.
Tapi itu dulu, jauh sebelum aku merasa kehilangan dirinya. Saat ia selesai wisuda, ia menghilang tanpa kabar. Ia pindah merantau ke kota orang. Tepat setahun berlalu, aku bertemu dengannya lagi. Dan ia masih mengatakan hal yang sama bahwa 'aku terlalu baik untuknya'.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No comment - No cry
Meskipun komenmu sangat kuhargai disini :')

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...